Vol. 3 No. 1 Mei 2016

Filsafat Alteritas Emannuel Lèvinas

Etika sebagai ‘Proto Philosophia

Oleh: Fahmy Farid Purnama

Intisari

Artikel ini berusaha menjelaskan bagaimana Lèvinas merehabilitasi kultur egosentris dan narsistis yang dianggapnya telah mengakart kuat dalam tradisi filsafat Barat semenjak Parmenides hingga Heidegger. Bagi Lèvinas, perbincangan filsafat Barat tidak lebih sebatas diskursus egologi yang cenderung reduksionis. Lèvinas berusaha menghadirkan suatu arus balik (reverse), yaitu dengan menjadikan l’Autrui sebagai titik tolak setiap perbincangan filsafat. Etika Lèvinas yang berbasiskan berbasis pada pemahaman etika sebagai ‘proto philosophia,’, berada dalam tradisi besar fenomenologi. Namun, berbeda dengan fenomenologi Husserl yang memperbincangkan ego transendental, maupun fenomenologi Heidegger yang bergumul dalam ontologi fundamental dan berporos pada Dasein, fenomenologi Lèvinas lebih menaruh perhatian penuh terhadap l’Autrui. Karena kekhasan inilah, yang membuat filsafat Lèvinas sering disebut juga sebagai ‘the fenomenology of the other’.

Kata Kunci: Egologi, – Yang-Lain/Liyan (l’Autrui), – ‘Wajah’ (le Visage), – Proksimitas (Proximity), Eksterioritas (Exteriority),  Tanggung Jawab Etis.


Seni sebagai Penyingkapan Akan Ada

Telaah atas esai “The Origin of the Work of Art” karya Martin Heidegger

Oleh: Nalerin Erone Nahfirin

Intisari

Karya-karya Heidegger yang ditulis sekitar tahun 1919-1973 telah mengalami suatu transformasi yang sangat nyata seiring dengan perubahan zaman dan revolusi sejarah pada masa hidupnya. Banyak perdebatan di antara para pemikir kontemporer mengenai perkembangan pemikiran Heidegger yang mengalami periode “balik” (turn) kendati mereka tetap setuju bahwa pemikiran Heidegger ini harus dilihat sebagai suatu kesatuan yang dinamis dan berkesinambungan dengan tahap awal pemikirannya. Setelah Being and Time (selanjutnya ditulis “BT”), esainya yang berjudul The Origin of the Work of Art (selanjutnya ditulis “OWA”) adalah karya yang banyak dirujuk oleh para filsuf dan menjadi semacam titik tengah dalam pemikiran Heidegger.  Melalui artikel ini, penulis akan menelusuri pemikiran Heidegger yang membahas tentang “asal-usul karya seni dalam, “The Origin of the Work of Art”. Untuk itu, penulis akan (1) merumuskan pokok-pokok penting dalam OWA;, (2) menjelaskan kaitan antara seni dan kebenaran; dan (3) membahas karakter misterius bahasa. Ketiga poin tersebut akan membuka suatu pemahaman baru tentang “Ada” dan makna keberadaannya.

Kata Kunci: karya seni, Ada, penyingkapan, kebenaran.


Penyebaban Sosial (Social Causation) dalam

Individualisme Non-Reduktif  R. Keith Sawyer

Oleh: Banin Diar Sukmono

 

Intisari

Artikel ini bertujuan untuk memaparkan bagaimana penyebaban penyebaban sosial dapat terjadi dalam perspektif individualisme non-reduktif (Non-reductive Individualism/ NRI) R. Keith Sawyer. NRI adalah perluasan argumen fisikalisme non-reduktif dari filsafat akal budi untuk memberikan bingkai (framework) baru dalam melihat debat ontologis & metodologis filsafat ilmu sosial. Cara yang digunakan adalah membasiskan landasan ontologis ilmu sosial pada eksistensi individu (individualisme ontologis), sekaligus mengiyakan dua level analisis properti, yakni level individual (bawah), dan sosial (atas) (dualisme properti). Mengingat posisi non-reduktif selalu dibayangi problem overdeterminasi dan epifenomena saat berbicara tentang daya kausal level atas, Sawyer mengkombinasikan argumen supervenien (supervenience), perealisasian berlipat (multiple realizability/ MR), disjungsi tak beraturan (wild disjunction/ WD), serta kemunculan kolaboratif (collaborative emergence), untuk memperkuat pandangan penyebaban supervenien (supervenient causation/ SV) dalam domain sosial.

Kata kunci: Individualisme non-reduktif, Penyebaban supervenien, Paradigma emergen.


Melukis Wajah Indonesia setelah Runtuhnya Hindia-Belanda

Tentang Onghokham dan Dekolonisasi Historiografi Indonesia Modern

Oleh: Danang T.P

Intisari

Artikel ini secara khusus adalah telaah atas bertujuan untuk menelaah karya Onghokham, Runtuhnya Hindia Belanda. Karya Onghokham tersebut akan dilihat dengan cara mengkerucut-luaskan cakupan dalam kerangka pemahaman kenyataan-kenyataan historis dan keilmuan/historiografiss modern berkaitan dengan gelombang nasionalisme pascakolonial. Penyelidikan ini akan bergerak untuk melihat celah kelemahan konsepsi sejarah nasional yang bertopang di atas konsepsi politik nasionalisme. Lewat Onghokham dan karyanya, penyelidikan ini akan menggiring pemahaman untuk melihat kemungkinan historiografi sebagai cerita yang mengandaikan semangat kritis-empiris, tetapi juga bertumpu pada fakta ontis/ontologis keberadaan manusia. Telaah filsafat historiografi akan membawa penyelidikan bukan saja ke arah pemahaman ontologis tentang ilmu sejarah sebagai jerih payah manusia bertahan hidup dalam ketegangan arus sejarahnya. Akan tetapi, melainkan juga rekonstruksi-rekonsiliasi historiografis yang menegaskan adanya praandaian politis dan metodologis tersembunyi yang kerapkali tidak diperhatikan ketika sejarah didaku dan kemudian dipahami melalui proses objektivikasi teoretik, maupun pengalihragaman penyelidikan sejarah ke arah pengetahuan kewargaan untuk kepentingan politis. Diaganosis adanya praandaian politis dan metodologis dalam eksplanasi historis adalah titik mula untuk menegaskan bahwa praktik historiografi modern tidak melulu bersandar pada konsepsi nalar logis-saintifik.

Kata Kunci: Filsafat Historiografi, Dekolonisasi, Neerlandosentrisme, Indonesiasentrisme.