“Pengetahuan adalah produksi sejarah” -Lenin
Dalam perjalanannya, filsafat sebagai salah satu induk pengetahuan, terus menerus memproduksi pemikiran yang menunjuk realitas dengan berbagai konsepnya. Dari waktu ke waktu pergeseran pemikiran senantiasa terjadi dan berbagai kritik dan penggubahan selalu menyertainya. Terlebih lagi di abad kontemporer ini banyak penggubah dan produsen pengetahuan senantiasa melihat ke waktu lampau untuk mencari kebenaran. Tulisan ini akan mencoba mengulik perjalanan yang menarik perhatian para filsuf ke sejarah masa lampau, yang mana dengan gubahan kreatifnya akan muncul sebuah penemuan pemikiran baru.
Beragam tawaran dari filsuf ditawarkan untuk menafsir dunia sebagaimana kebenaran yang dicari. Akan tetapi telah tertunjuk di dalam sejarah dunia sendiri apabila setiap hal akan tafsir tersebut terus bergerak berubah. Sehingga dalam tulisan ini akan dibahas dari filsuf yang mulai melihat ini dan mencoba untuk membuat sebuah filsafat yang dapat menunjukkan apa yang dapat digali dari hasil pencarian fondasi tafsiran di sejarah waktu sebelumnya. Filsuf yang akan muncul adalah Hegel dan Marx karena keterkaitan mereka antar satu dengan yang lain dan juga sebagai pembanding antara tafsir dunia secara idealis dan materialis.
Realitas dan Kesadaran Konkret Hegel
Hegel menolak fondasionalisme dengan melihat, “bahwa pencarian fondasionalisme terhadap pengetahuan atau keyakinan yang tidak dijustifikasi oleh pengetahuan lain atau keyakinan lain tetapi dengan dirinya sendiri adalah sebuah kontradiksi dalam dirinya (Can 2011)”. Dan selanjutnya juga sudah menjadi ciri dari para pemikir abad pencerahan yang mencoba untuk membuat sebuah landasaran lingkup pengetahuan baru, salah satunya adalah Kant yang memengaruhi dan kemudian dikritisi oleh Hegel. Mengenai batas objektifitas subjek yang mendalami objek, menurut Kant objek yang dapat diketahui adalah objek yang dapat diindrai atau dalam realitas pengalaman empiris manusia. Sehingga dari sana hanya terdapat fenomena atau yang nampak saja sedangkan nomena atau sesuatu yang ada dalam diri objek adalah yang tidak diketahui atau sesuatu yang tidak dapat dicapai.
Hegel menolak pandangan fenomena dan nomena Kant, bahwa disebutkan dalam Fenomenologinya ia mengatakan bahwa sesuatu yang ada di dalam dirinya berhubungan dengan sesuatu yang nampak, tetapi proses kesadaran manusialah yang bergerak atas objek tersebut sehingga pada awalnya manusia dalam melihat sebuah objek melihat apa adanya tanpa mengubah kenampakannya sebagaimana adanya. Ini adalah sebuah bentuk pengetahuan konkret dan nampak pengetahuan paling benar dengan tanpa keberadaan medium bahasa maupun konsep, tetapi kemudian hal tersebut nampak sebagai kebenaran paling lemah dan juga abstrak setelah proses kesadaran berkembang.
Salah satu perbedaan mendasar dari Marx maupun Hegel adalah gerak dasar dialektika tidaklah berasal dari metafisika seperti Hegel akan tetapi dari landasan bukti empiris dalam relasi material.
Kunci salah satu pemikiran Hegel mengenai kebenaran adalah sesuatu yang seharusnya dipahami dengan jalan melihat ke keseluruhan. Kemudian penggunaan kata concrete dan abstract Hegel disini yang menunjukkan sebuah pembagian, concrete adalah penggunaan kata yang digunakan Hegel untuk menunjukkan pandangan komprehensif akan sesuatu, dan abstract untuk mengenai pandangan satu sisi saja. Lalu term dialektika oleh Hegel adalah ekspresi dari perubahan, gerak, proses dan konsep utama dalam sistemnya.
Pengetahuan yang concrete oleh Hegel dilihat sebagai sebuah hal yang tidak berhenti, karena dengan konsep dialektikanya, maka sebuah konsep diharuskan terus bergerak ke konsep lainnya. Dalam salah satu langkah dialektikanya, terdapat term sublasi dan negasi. Dimana dengan adanya pengetahuan identifikasi awal, kemudian akan ada negasi, dan berlanjut ke sublasi dimana kedua hal tadi akan menjadi sebuah konsep baru. Hingga mencapai ke pengetahuan concrete yang absolut dan universal. Dengan ini keterbatasan epistemologi Kant dapat diatasi dengan adanya dialektika yang senantiasa bergerak ke arah pengatahuan yang membuat kesadaran absolut.
Penggunaan metode ini oleh Hegel digunakan dengan sebuah tujuan yang dikatakan adalah proses realisasi menuju absolut dimana spirit (dapat disebut sebagai sesuatu yang senantiasa bergerak atau arti lain adalah konsep hidup yang telah ada di alam) telah tersadari di setiap keseluruhannya dan universalitasnya. Untuk menuju kesana dimana kesadaran awal terberi manusia adalah sebuah realisasi spirit menuju alam di waktu sebelumnya. Kemudian sebagai langkah agar spirit yang bergerak ini dapat masuk kedalam jangkauan manusia, dengan mengabstrakkan dari yang concrete belum universal dan kemudian membuat sebuah concrete baru sebagai negasi dan jalan untuk ke realisasi manusia mencapai spirit.
Metode Marx Dalam Mengupas Realitas
Marx dalam metodenya juga menggunakan term-term yang digunakan Hegel yaitu abstract dan concrete. Salah satu perbedaan mendasar dari Marx maupun Hegel adalah gerak dasar dialektika tidaklah berasal dari metafisika seperti Hegel akan tetapi dari landasan bukti empiris dalam relasi material. Abstract dalam Marx, meski seringkali disebut sebagai abstraction adalah sesuatu yang merujuk ke real concrete yang disana terdapat relasi sosial dan determinasi tertentu. Sedangkan concrete merujuk ke dua hal yaitu real concrete atau segala keseluruhan proses determinasi dan relasi sosial dan yang kedua adalah concrete for thought yang berarti reproduksi dari real concrete.
Hegel menolak pandangan fenomena dan nomena Kant, bahwa disebutkan dalam Fenomenologinya ia mengatakan bahwa sesuatu yang ada di dalam dirinya berhubungan dengan sesuatu yang nampak, tetapi proses kesadaran manusialah yang bergerak atas objek tersebut sehingga pada awalnya manusia dalam melihat sebuah objek melihat apa adanya tanpa mengubah kenampakannya sebagaimana adanya.
“Keadaan membuat manusia dan juga sekaligus manusia membuat keadaan”(GI, 165). Menunjukkan apabila relasi dari lingkungan dan manusia bukanlah relasi determinasi telanjang satu sama lain melainkan dapat saling mengondisikan. Dalam hal ini, kesadaran yang terbentuk di manusia dapat juga mempengaruhi keadaan lingkungannya, tidak seperti Hegel dimana di realitas terdapat kekuatan sendiri yaitu spirit konsep hidup yang terus bergerak ke arah kesadaran absolut universal. Dalam awalan pembahasan soal realitas, metode yang dipakai Marx mirip dengan Hegel yaitu dengan mengabstraksi dari real yang terberi. Meskipun disini Hegel melihat dari proses panjang pergulatan konsep, Marx melihat dengan relasi material secara historis manusia. Selanjutnya dari abstraksi tersebut akan dapat dikombinasikan dan menjadi sebuah concrete for thought, tetapi tidak berhenti disana karena menurut Marx concrete for though juga dapat mempengaruhi real concrete.
Berbeda denga Hegel dimana concrete kemudian dapat memberikan sebuah realisasi tempat baru terhadap spirit yang senantiasa bergerak menuju absolut. Sehingga kritik yang dibuat oleh Hegel berbentuk secara idealis. Maka realitas yang ada menurut Hegel adalah apa yang terdapat di kepala. Sedangkan Marx melihat bahwa sesungguhnya hal itu berbeda, bahwa apa yang real adalah segala proses sosial serta sejarahnya. Mengenai concrete for thought dan kemudian dapat mengubah real concrete dalam sejarah telah terjadi, dengan dapat dicontohkan dimana kelas borjuis telah mendapati kesadaran dari pengetahuan mereka mengenai relasi kuasa feodal, ekonomi, dan individu sehingga di kemudian hari dapat mempengaruhi real concrete. Real concrete dan concrete for thought adalah hal yang beriringan satu sama lain.
Masyarakat Hegel dan Marx
Dalam memahami realitas, kedua filsuf diatas memaparkan landasan kenyataan yang berbeda, Hegel dengan menggunakan term bahwa ide adalah segalanya sedangkan Marx, materi merupakan yang ada. Meski sama-sama menggunakan metode yang mirip, yaitu menggunakan dialektika dimana Hegel lebih ke konsep di waktu sebelumnya dan Marx yang lewat relasi sosial historis manusia sehingga secara empiris dapat dibuktikan. Meskipun konsep Hegel sendiri melulu ke kepala manusia dan oleh Marx dianggap kurang dapat memecahkan masalah real karena fokusnya ialah pergulatan wacana. Tetapi keduanya memiliki sebuah tujuan yang mana dihasilkan dari pencarian matang antar metode masing-masing seperti masyarakat tanpa kelas dan masyarakat absolut, dan kemunculan kesimpulan konsep tujuan tersebut tidak serta merta muncul begitu saja tetapi karena pertimbangan yang begitu matang. Serta dapat dikatakan apabila dua filsuf ini adalah salah satu penanda abad modern yang segala hal menjadi serba begitu cepat dan filsuf-filsuf di kemudian pun banyak mulai melihat suara-suara masa lalu yang menjadikan masa kini.
Daftar Pustaka:
Bauman, Charlotte. “Adorno, Hegel, and the concrete universal.” Philosophy of social criticism, 2011: 73-94.
Can, Eren. Marx’s Epistemology: The Relationship Between Reality And Knowledge. Ankara: Middle East Technical University, 2011.