spot_img
More

    Jerman VS Meksiko : Keganjilan dan Fantasi Kemenangan

    Featured in:

    Sebagai tim sepakbola, Jerman memang tidak dapat dipandang remeh kekuatannya. Bundesliga–sebuah kompetisi sepakbola yang dinaungi oleh Federasi Sepakbola Jerman–menyajikan rivalitas sengit antar klub sepakbola Jerman. Sebut saja Bayern Munchen dan Borussia Dortmund. Kedua tim Jerman tersebut bisa menandingi raksasa Eropa lain seperti Real Madrid, AS Roma, Barcelona, Manchester United dan masih banyak lagi tim Eropa lain.

    Komposisi pemain Jerman pada Piala Dunia 2018 pun dianggap sebagai komposisi yang seimbang. Lini belakang diisi oleh Boateng, Plattenhard, Kimmich dan Hummels, belum lagi penjagaan terakhir oleh Kiper masa depan Jerman, Neuer. Dengan formasi lima gelandang dan dua yang terkuat diantaranya adalah Mueller dan Oezil bisa mengobrak-abrik pertahanan Meksiko. Selain itu, Jerman berada di puncak peringkat FIFA (Federation of International Football Association) dan Meksiko di peringkat 15[1].

    Mengapa Meksiko bisa menang? Fakta yang jelas adalah Lozano mencetak satu gol ke gawang Jerman. Meski Jerman bermain menyerang secara agresif, semua usaha mereka tidak berhasil membalasnya. Itulah fakta yang jelas dan tidak bisa ditolak lagi kebenarannya.

    Namun di pertandingan Pertama Piala Dunia 2018 kekecewaan fans muncul. Jerman sebagai Juara Dunia 2014 justru menyerah atas perlawanan Meksiko. Jerman kalah satu angka dari Meksiko melalui Lozano.

    Dari segi permainan, Jerman memang lebih dominan. 25 percobaan oleh Jerman 9 diantaranya mengarah ke gawang[2]. Sedangkan, Meksiko hanya mendapatkan setengahnya, namun satu percobaan berbuah gol.  Padahal Jerman mendominasi penguasaan permainan dengan persentase 61%[3].

    Mengapa Meksiko bisa menang? Fakta yang jelas adalah Lozano mencetak satu gol ke gawang Jerman. Meski Jerman bermain menyerang secara agresif, semua usaha mereka tidak berhasil membalasnya. Itulah fakta yang jelas dan tidak bisa ditolak lagi kebenarannya.

    Jerman memang diunggulkan dari data, sejarah dan statistik. Namun saya tekankan di sini bahwa statistik tidak berarti apa-apa dalam pertandingan tersebut. Dengan kata lain, dominasi Jerman tidak mampu mengalahkan Meksiko. Bukan berarti banyaknya tendangan ke gawang oleh Timnas Jerman berarti bahwa Jerman menang dari Meksiko kala itu. Bukan berarti banyaknya kepemilikan bola oleh Jerman membuat Jerman mengantungi poin penuh.

    Kekalahan Jerman: Keganjilan dan Permainan Fantasi

    Lacan selalu memandang objek sebagai objek hasrat dan juga objek penyebab hasrat. Objek penyebab hasrat adalah apa yang dicari subjek hasrat saat menghasrati suatu objek hasrat[4]. Objek hasrat adalah botol. Sebuah pemaknaan botol sebagai wadah air minum merupakan objek penyebab hasrat. Objek penyebab hasrat bukanlah objek dalam-dirinya-sendiri, melainkan objek untuk diri kita. Kehadiran objek inilah yang justru menjadikan botol sebagai objek hasrat hilang.

    Contoh yang sangat menggelikan adalah botol minuman bersoda dalam Film The Gods Must Be Crazy[5]. Botol yang kita mengerti sebagai wadah air minum pada kenyatannya bisa digunakan sebagai alat pemukul, alat musik tiup ataupun sebagai cetakan. Hingga pada akhirnya N!xau sebagai pemeran utama berkelana mencari ujung dunia untuk mengembalikan botol tersebut kepada Dewa.

    Dalam konsep Lacanian, kesalah-mengertian (meconnaissance) berbeda dengan ketidaktahuan (ignorance). Di balik kesalah-mengertiannya, subjek tau pengetahuan macam apa yang disalah-mengerti.

    Sebagai masyarakat modern, kita tentu saja melihat fenomena itu sebagai hal yang menggelikan. Namun pada saat itulah kita menyadari kehilangan familiaritas objek akibat makna kita sendiri dan menjadikan objek tersebut tak familiar bagi diri kita[6]. Semuanya terjadi tiba-tiba seakan-akan objek mengguncang dan meninggalkanmu dengan mendisorientasi makna kebingungan dan ketidakpastian[7]. Itulah yang dinamakan Keganjilan (Uncanny).

    Sejatinya memang tidak ada pemaknaan tunggal dari sebuah objek. Objek-dalam-dirinya-sendiri memang selalu dimaknai oleh orang yang mengetahui objek. Pengetahuan yang dimengerti tentang objek ironisnya merupakan sebuah kesalah-mengertian. Kesalah-mengertian dari objek ini memang akan selalu terjadi setiap kita mengenali apapun termasuk diri kita sendiri. Dalam konsep Lacanian, kesalah-mengertian (meconnaissance) berbeda dengan ketidaktahuan (ignorance). Di balik kesalah-mengertiannya, subjek tau pengetahuan macam apa yang disalah-mengerti[8].

    Begitulah Jerman sebagai sebuah objek Lacanian tidak hanya dipandang sebagai Klub Jerman itu sendiri (das-ding-an-sich). Jerman dimaknai tim kuat yang pantas diperhitungkan dan menjuarai Piala Dunia tahun 2014. Jerman mendapatkan maknanya juga melalui statistik sebagai tim yang sulit dikalahkan. Pengertian apapun terhadap Jerman hanya membuat Jerman semakin disalah-mengerti.

    Sejarah, data dan statistik justru menyandera subjek untuk mengaburkan pandangannya tentang Jerman. Subjek tersandera dan terfiksasi terhadap suatu objek dalam fungsi istimewa[10]. Data analisis justru membuat kita terjebak pada fantasi kita tentang Jerman. Fantasi meyakinkan kita bahwa Jerman akan bisa mempermainkan Meksiko dan mengalahkannya dengan mudah.

    Kekalahan kemarin justru membuat fans Jerman berkata, “what the heck! Jerman kalah”. Pada saat itulah ada momen keganjilan. Pemaknaan mengenai Jerman sebagai tim yang kuat seketika runtuh dalam pertandingan pertama. Jerman memang diunggulkan dengan sejarah, data, maupun statistik pertandingan justru kalah oleh tim yang berada di bawahnya.

    Sebenarnya lumrah mempertimbangkan penyebab kekalahan Jerman adalah kemasukan dan tanpa memasukkan. Yang menyebabkan ganjil bukanlah fakta dari kekalahan Jerman, melainkan sebuah pengetahuan terhadap Jerman yang ternyata runtuh ketika kalah terhadap Meksiko yang berbeda kelas. Ganjil adalah ketika hal yang terjadi secara faktual namun masih dianggap sebagai sebuah kemustahilan[9]. Jerman sebagai tim juara dapat dikalahkan oleh Meksiko dalam pertandingan pertama merupakan fakta, namun hal tersebut sulit dipercaya.

    Tim Jerman dengan statistik yang lebih dominan pada permainan lawan Meksiko kala itu justru hanya akan menambah momen keganjilan semakin terlihat. Data menunjukkan Meksiko akan kesulitan bertahan dari serangan bertubi-tubi dari Jerman. Namun masih sulit untuk mengerti mengapa Meksiko bisa bertahan dan menang dari gempuran ganas Jerman waktu itu.

    Pada saat itulah sebuah fantasi bermain. Sejarah, data dan statistik justru menyandera subjek untuk mengaburkan pandangannya tentang Jerman. Subjek tersandera dan terfiksasi terhadap suatu objek dalam fungsi istimewa[10]. Data analisis justru membuat kita terjebak pada fantasi kita tentang Jerman. Fantasi meyakinkan kita bahwa Jerman akan bisa mempermainkan Meksiko dan mengalahkannya dengan mudah. Fantasi yang membuat topeng untuk Jerman agar dimengerti.

    Alih-alih fantasi membuat kita bangga dan senang terhadap Jerman. Justru fantasi tersebut yang membuat kecewa terhadap Jerman di Laga kontra Meksiko. Topeng yang selama ini disematkan oleh Jerman ternyata sepenuhnya tidak muat. Tim Jerman menampakkan sebuah wajah yang lain yang sama sekali asing dari topeng yang dibuat.

    Mengidolakan Jerman ataupun tim manapun tidak salah. Tapi masa bodoh dengan pembenaran statistik, toh kalah tetaplah kalah. Untuk selanjutnya kita tidak akan pernah tahu Jerman akan seperti apa. Bisa jadi nantinya Panama menang 6-0 atas Jerman atau Jerman menjuarai piala dunia lagi. Jerman sebagai benda-dalam-dirinya-sendiri (das-ding-an-sich) tidak pernah diketahui kecuali hanya topeng yang dibuat oleh fantasi. Begitu pula dengan Messi, jangan menyuruh saya untuk membahasnya!


    Catatan Akhir:

    [1] Lihat Firdaus (2018, Juni 16)

    [2] Lihat Fox Sports (2018, Juni 17)

    [3] Lihat ESPN (2018)

    [4] Polimpung (2017, p. 72)

    [5] Film Komedi Afrika yang disutradai oleh Jamie Uys (1980)

    [6] Lihat Polimpung (2017, p. 70)

    [7] Lihat Robertson (2015, p. 15)

    [8] Lihat dalam Lacan (1988, p. 167)

    [9] Lihat Polimpung (2017, p. 70)

    [10] Lihat Lacan (tidak diterbitkan, p. 145)

    Daftar Pustaka:

    ESPN. (2018). Germany vs Mexico statistics. Diambil dari http://www.espn.com/soccer/matchstats?gameId=498193

    Firdaus, F. (2018, Juni 16). Duel Jerman vs Meksiko, faktor tinggi badan lawan kecepatan. Tirto.id. Diambil dari https://tirto.id/duel-jerman-vs-meksiko-faktor-tinggi-badan-lawan-kecepatan-cMo7

    Fox Sport. (2018, Juni 17). Match statistics. Diambil dari https://www.foxsports.com/soccer/fifa-world-cup/germany-mexico-june-17-2018-match-stats-108579

    Lacan, J. (1988).The seminar of Jacques Lacan book I: Freud’s paper on technique 1953–1954, terj. J. Forrester. New York and W. W. Norton and Company

    Lacan, J. (tidak diterbitkan). The seminar of Jacques Lacan book VIII: Transference 1960–1961, terj. C. Gallagher. Diunduh dari http://www.lacaninireland.com

    Polimpung, H. Y. (2017). Ontoantroplogi: Fantasi Realisme Spekulatif Quentin Meillassoux. Yogyakarta: Cantrik Pustaka.

    Uys, J. (1980). The Gods must be crazy. South Africa: Ster Kinekor.

    Author

    Find us on

    Latest articles

    spot_img

    Related articles

    Menyingkap Keterasingan Manusia Lewat Banalitas Keseharian

    Tidak dipungkiri lagi, mahasiswa erat dengan jadwal padat yang selalu menghampirinya setiap saat. Pagi hari, sekitar pukul...

    Post-Truth: Konsekuensi atas Keruntuhan Modernitas

    Seperempat paruh awal abad ke-21 ini, manusia dihadapkan kepada pertumbuhan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mendisrupsi masyarakat....

    Hausu dan Hauntopoanalisis

    Rumah bukanlah sekadar bangunan fisik yang memiliki wujud konkret, melainkan ruang metafisik yang abstrak dan memiliki agensi...

    Sebuah Hikayat dari Tanah Para Pencari Kebenaran Dunia

    Tulisan ini merupakan potongan dari Laporan Pertanggungjawaban Pemimpin Redaksi LSF Cogito 2022 yang disampaikan pada 11 Februari...

    Ampun, Romo Bertens: Argumen Absolutis Anda Bermasalah

    Buang semua asumsi moral dan pengetahuan yang kita dapat dari peradaban modern ini untuk sementara. Mari bayangkan...

    Polemik Hermeneutis Gadamer dan Habermas

    “Kalau Anda ingin mendengarkan Heidegger dengan lebih mudah, bacalah (tulisan) Gadamer.” Begitulah ucapan Fransisco Budi Hardiman saat...