spot_img
More

    Kritik Ideologi Žižek

    Featured in:

    Slavoj Žižek adalah salah satu filsuf Barat terkemuka zaman ini. Secara khusus, ia mempelajari teori G.W.F. Hegel, Marxisme, dan psikoanalisis Jacques Lacan. Ia memberi perhatian cukup serius pada persoalan ideologi. Untuk itu, tulisan ini berupaya menjabarkan perhatian Žižek mengenai ideologi melalui kritik ideologi. Selain itu, tulisan ini memberikan contoh implementasi teori kritik ideologi dengan menganalisis ‘pembangunan’ di Indonesia.

    Ideologi

    Žižek dalam buku Mapping Ideology (1995) menjelaskan gagasan ideologi yang telah ditinggalkan oleh banyak pemikir. Baginya, orang terlalu tergesa-gesa meninggalkan gagasan ideologi, padahal analisis ideologi memungkinkan subjek memahami mekanisme yang tersembunyi mengenai kehidupan sosial (Žižek, 1995: 3). Ia mencontohkan bagaimana Lenin dan Stalin mengadopsi istilah ‘ideologi proletar’ pada akhir tahun 1920-an untuk menunjukkan bukan ‘distorsi’ kesadaran proletar di bawah tekanan borjuasi melainkan kekuatan pendorong yang sangat ‘subjektif’ dari revolusi proletariat. 

    Žižek menulis bahwa gagasan ideologi memiliki beberapa konstruksi. Pertama, ideologi dalam dirinya sendiri (in-itself). Ideologi dalam konstruksi ini dapat diartikan sebagai doktrin, gabungan ide, keyakinan, dan konsep yang ditakdirkan meyakinkan kita tentang ‘kebenaran’, tetapi sebenarnya melayani beberapa kepentingan kekuasaan tertentu yang tidak diakui. Kritik terhadap gagasan ini ialah kritik simptomatik, yakni kritik yang bertujuan untuk membedakan bias yang tidak dapat ditegaskan dalam teks. Untuk memeriksa gagasan imanen ideologi, kita dapat menggunakan salah satunya analisis Habermas dengan standar argumentasi rasional non-koersif semacam ‘cita-cita regulatif’. Hasilnya, diperoleh kesimpulan bahwa ideologi adalah komunikasi yang terdistorsi secara sistematis, serta teks di bawah pengaruh kepentingan sosial (dominasi) yang memisahkannya dengan makna publik sebenarnya (Žižek, 1995: 6; bdk. Schecter, 2010: 210).

    Kedua, ideologi dari dalam dirinya menuju ke dirinya sendiri (in-itself to for-itself). Ideologi dalam konstruksi ini dicontohkan melalui gagasan Althusser tentang ideological state apparatuses (ISA) yang menunjukkan keberadaan material ideologi dalam praktik atau ritual dari institusi ideologis, seperti agama, pendidikan, keluarga, budaya, politik, perdagangan, dan sebagainya (Ferretter, 2006: 83-84). Agama misalnya bukan semata-mata merupakan keyakinan batin, tetapi menyiratkan keberadaan institusi keagamaan, mekanisme, dan ritual yang menyokongnya. 

    Konstruksi ideologi Ketiga, yaitu eksternalisasi gagasan ideologi sebagai sesuatu hal yang seolah-olah tercermin ke dalam dirinya sendiri, tetapi yang terjadi ialah disintegrasi, pembatasan diri, dan pembubaran diri dari gagasan ideologi tersebut. Ideologi tidak lagi dipahami sebagai mekanisme homogen yang menjamin reproduksi sosial. Žižek memberikan contoh komoditas barang yang tidak lagi menunjukkan teori ekonomi politik Marxisme, tetapi serangkaian pengandaian yang menentukan struktur ekonomi seperti pertukaran di pasar (Žižek, 1995: 9-10). 

    Žižek dalam bukunya The Sublime Object of Ideology (2008) menyebut definisi ideologi paling mendasar berasal dari Kapital Marx, yaitu ‘sie wissen das nicht, aber sie tun es’ atau ‘they do not know it, but they are doing it’. Konsep ini menyiratkan pengandaian-pengandaian, kondisi efektifnya, perbedaan antara realitas sosial, dan representasi yang terdistorsi oleh kesadaran palsu tentangnya. Itulah sebabnya Žižek mengupas ideologi dengan jalan kritik ideologi. Tujuannya ialah untuk mengarahkan kesadaran ideologis ke titik di mana ia dapat mengenali kondisi efektifnya sendiri, realitas sosial yang terdistorsi, dan melalui tindakan ini membubarkan dirinya sendiri (Žižek, 2008: 24). Ideologi dapat dikenali melalui symptomnya karena memberikan kenikmatan.

    Ideologi Fantasi

    Žižek berpendapat formasi ideologis memiliki beberapa elemen berbeda yang dibentuk berdasarkan empty signifier tertentu. Bagi Žižek, ideologi adalah fantasi yang mendukungnya, yaitu titik kenikmatan yang berlebihan dan irasional yang menjelaskan pendirian bangunan ideologis pada subjek (Dean, 2006: 8). Kenikmatan tidak dapat dimaknai secara langsung. Ia melampaui ‘yang-simbolis’, dan hanya dapat ditandai melalui inkonsistensi dalam tatanan simbolis. Žižek memberikan contoh bagaimana kita menempatkan hilangnya koneksi atas kenikmatan setelah kita merasakan sesuatu dengan menyebutkan, ‘bukan itu, bukan itu sebenarnya yang aku inginkan’ (Dean, 2006: 6). 

    Di sini, subjek masuk dalam tatanan simbolis bahasa karena fantasi mendiami pengalaman bahasa. Ia menawarkan permainan kata—jouis-sense, enjoyment-in-sense (enjoy-meant)—untuk menangkap konjungsi makna yang ditawarkan oleh ideologi (Žižek, 2008: 43). Žižek mencontohkan ketika individu menggunakan uang. Ia tahu bahwa tidak ada keajaiban tentang uang, karena materialitasnya hanya ekspresi sosial, tetapi orang berupaya mendapatkannya. Ilusi yang diabaikan dan tidak disadari inilah yang disebut ideologi fantasi. Žižek dalam bukunya Organs without Bodies (2004) menyebut fantasi bukan definisi objektif maupun subjektif, tetapi sebagai kategori dari objektivitas subjektif (Žižek, 2004: 94).

    Jika ilusi berada di sisi pengetahuan, maka posisi sinis ‘they do not know it, but they are doing it’ akan menjadi pasca-ideologis. Bagi Žižek, ini hanya posisi tanpa ilusi. ‘They know what they are doing, and they are doing it’. Namun, jika seorang menyadari perbuatannya, maka rumus ini dapat dibaca, ‘they know that, in their activity, they are following an illusion, but still, they are doing it’ (Žižek, 2008: 30). Ia memberi contoh bagaimana seseorang mengetahui bahwa kebebasan menutupi bentuk eksploitasi tertentu, tetapi mereka terus mengikuti ide kebebasan ini.

    Ideologi bukanlah ilusi seperti mimpi tempat individu lari dari kenyataan. Žižek menulis, ideologi adalah konstruksi fantasi yang berfungsi sebagai pendukung realitas kita sendiri. Ilusi menyusun hubungan sosial yang efektif dan nyata untuk menutupi beberapa kernel (antagonisme dalam Laclau dan Mouffe) yang tidak dapat didukung. Fungsi ideologi bukan untuk menawarkan kepada kita suatu titik pelarian dari realitas, tetapi menawarkan kepada kita realitas sosial sebagai pelarian dari suatu inti yang traumatis dan nyata (Žižek, 2008: 45). 

    Ideologi sebagai Ikatan Sosial

    Žižek meminjam teori Laclau dan Mouffe mengenai ideologi sebagai floating signifiers (penanda dari masyarakat) dari unsur proto-ideologis yang distrukturkan ke dalam suatu bidang terpadu melalui intervensi master signifier tertentu yang menghentikan pergeseran dan memperbaiki makna ideologi. Žižek juga mengembangkan konsep graph of desire Lacan untuk menjelaskan posisi floating signifiers dan master signifier (Žižek, 2008: 136; bdk. Fink, 2004: 121). Bagi Žižek, ruang ideologis terbuat dari unsur yang tidak terikat, penanda mengambang, dan identitas terbuka yang ditentukan secara artikulatif sebagai penanda literal (Žižek, 2008: 95). Žižek dalam buku Enjoy Your Symptom! (1992) menyebut logika penanda Lacanian sebagai cakrawala makna yang selalu berhubungan dengan bingkaian tertentu (Žižek, 1992: 15).

    Ia memberi contoh bila floating signifiers ialah komunisme ‘sebagai perjuangan kelas’, maka komunisme akan memberikan makna yang tepat dan pasti kepada elemen lain, misalnya demokrasi (‘real democracy’ sebagai lawan dari ‘bourgeois formal democracy’), feminisme (eksploitasi perempuan akibat pembagian kerja yang dikondisikan oleh kelas), ekologisme (perusakan sumber daya alam sebagai konsekuensi logis dari produksi kapitalis yang berorientasi pada keuntungan), gerakan perdamaian (bahaya utama bagi perdamaian ialah imperialisme petualang), dan sebagainya (Žižek, 2008: 96).

    Setiap elemen ideologis adalah bagian dari equivalences. Dengan kata lain, setiap elemen ideologis yang menemukan titik poinnya akan saling terhubung satu sama lain serta turut menentukan identitasnya. Namun, ikatan ini hanya mungkin dengan syarat—seperti teori Lacan, penanda tertentu ‘One’‘quilts’ dari seluruh bidang yang dapat mewujudkan identitasnya (Žižek, 2008: 96). Laclau dan Mouffe dalam proyek demokrasi radikalnya menyebut pluralitas identitas memiliki artikulasi perjuangan tertentu (untuk perdamaian, kesetaraan, hak asasi manusia dan sebagainya), tidak ada yang berpura-pura menjadi ‘the truth’, ‘last signified’ atau ‘the true meaning’, tetapi ‘radical democracy’ menyiratkan artikulasi nodal point yang menentukan peran perjuangan tertentu, dan menguraikan cakrawala dari semua perjuangan lainnya (Laclau and Mouffe, 2001: 87).

    Bagi Žižek, makna penting dari teori ideologi sepintas mungkin terlihat hanya sebagai fungsi wacana dari rangkaian penanda mengambang yang dijumlahkan, dan berubah menjadi bidang terpadu melalui intervensi nodal point tertentu. Namun, kasus totalitarianisme menunjukkan bahwa berlakunya ideologi totalitarianisme merupakan obsesi terhadap inti kenikmatan pra-ideologis yang tidak masuk akal, dan berdampak pada terenggutnya kebebasan individu.

    Žižek dalam teori kritik ideologinya mengembangkan dua konsep argumentasi yang saling melengkapi. Pertama, bersifat diskursif untuk membaca ideologi secara dekonstruktif dari montase (potongan) heterogen ‘floating signifier’ yang diintervensi oleh ‘nodal point’ tertentu. Kedua, bertujuan untuk mengekstraksi inti kenikmatan, mengartikulasikan cara ideologi menyiratkan, memanipulasi, dan menghasilkan kenikmatan pra-ideologis yang terstruktur dalam fantasi (Žižek, 2008: 140).

    Analisis ‘Pembangunan’

    Presiden Jokowi sangat menggandrungi ‘pembangunan’. Dalam pemerintahannya, kata ‘pembangunan’ banyak disebut sejak dirinya pertama kali menjabat sebagai presiden pada tahun 2014 (RPJMN Buku I, 2014: 1-2). Ia kembali menyebut kata ‘pembangunan’ dalam pidato kemenangannya sebagai presiden di periode kedua pada tahun 2019-2024 (Bappenas, 2019: 3).

    Dalam perspektif Žižek, pembangunan adalah ideologi. Pembangunan merupakan floating signifiers. Rostow telah merumuskan teori pembangunan dalam bukunya berjudul The Stages of Economic Growth: A Non-Communist Manifesto (1960). Rostow dan para pengikutnya dalam aliran developmentalis menggambarkan pembangunan sebagai jalan dari masyarakat tradisional menuju modern (Rostow, 1990: 4-16). Beberapa presiden Indonesia sangat lekat dengan ‘pembangunan’. Mantan presiden Soeharto dijuluki sebagai “Bapak Pembangunan”. Mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengembangkan pembangunan dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025.

    Akan tetapi, pembangunan juga dapat diidentifikasi sebagai master signifier. Presiden Jokowi memiliki fantasi bahwa ekonomi Indonesia belum mendatangkan kesejahteraan atau jouissance. Presiden menginginkan ekonomi Indonesia tumbuh di atas 5% (Bappenas, 2019: 5) atau menaikkannya menjadi 7% (Bappenas, 2021: 3-1) dengan dalih supaya mendatangkan kesejahteraan bagi rakyat. Kita dapat mengenal pembangunan dari simptomnya, yaitu kesejahteraan. 

    Žižek menerangkan artikulasi pembangunan memberikan kesejahteraan (jouissance) pra-ideologis. Floating signifiers pertumbuhan ekonomi telah memberi makna bagi identitas lain. Kelompok penyandang dana bersiap memberi dana hutang. Indonesia memiliki hutang luar negeri sampai Mei 2021 mencapai US$ 415 miliar atau Rp6.004 triliun (Lidwina, Katadata, 16/7/2021). Pembangunan menyiratkan kemudahan investasi sehingga pemerintah bersama DPR mengesahkan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja atau Omnibus Law. Kata ‘pembangunan’ juga memberikan legitimasi kepada aparat represif untuk mengamankan pembangunan dengan cara mengawal dan menangkap mereka yang melawan pembangunan. 

    Setiap elemen ideologis, seperti pemerintah, kreditur asing, DPR, dan aparat represif memiliki chain of equivalences dalam pembangunan. Mereka merupakan identitas partikular yang memiliki metafora yang sama pada pembangunan. Nodal point telah mengikat elemen partikular pemerintah, kreditur asing, DPR, dan aparat represif untuk menyebut pembangunan sebagai tujuannya. Namun, kenikmatan pra-ideologis ini mendatangkan penggusuran masyarakat dari tanah dan rumahnya, masyarakat diputuskan dari sejarah dengan luhurnya, dan penangkapan bagi mereka yang vokal melawan. Pembangunan telah mengubah lanskap desa menjadi landasan bandara, pabrik, perkebunan sawit, pertambangan, dan dapat mendatangkan kriminalitas dan bencana ekologis seperti polusi, banjir, dan bahkan serangan penyakit. 

    Bagi penulis, Žižek telah memberikan jalan analisis ideologi dan kritik ideologi yang tajam. Dengan bantuan analisis Lacan dan Laclau-Mouffe, Žižek telah memberikan penerangan untuk memeriksa ideologi melalui simptom dan menguliti ideologi melalui floating signifiers dan master signifier. Dari analisis ideologi pembangunan nampak bahwa fantasi kesejahteraan merupakan kenikmatan pra-ideologis yang tidak masuk akal karena mengakibatkan perampasan ruang hidup masyarakat.


    Referensi

    Bappenas. 2014. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019. Buku I: Agenda Pembangunan Nasional. Jakarta: Bappenas.

    _______. 2019. Isu-Isu Strategis dan Agenda Pembangunan RPJMN 2019-2024. Jakarta: Bappenas.

    _______. 2021. Lampiran Pidato Presiden Republik Indonesia Dalam Rangka HUT ke-76 RI. Jakarta: Bappenas.

    Dean, Jodi. 2006. Žižek’s Politics. New York & London: Routledge.

    Ferretter, Luke. Routledge Critical Thinkers: Louis Althusser. London and New York: Routledge.

    Fink, Bruce. 2004. Lacan to the Letter: Reading Écrits Closely. Minnesota: University of Minnesota Press.

    Kemenko Bidang Perekonomian. 2011. Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia. Jakarta: Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.

    Laclau, Ernesto & Chantal Mouffe. 2001. Hegemony and Socialist Strategy: Toward a Radical Democratic Politics. Second Edition. London & New York: Verso.

    Lidwina, Andrea, 2021, https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/07/16/utang-luar-negeri-ri-capai-us-415-miliar-pada-mei-2021, diakses 3 Agustus 2021.

    Rostow, W. W. 1990. The Stages of Economic Growth: A Non-Communist Manifesto. Third Edition. New York: Cambridge University Press.

    Schecter, Darrow. 2010. The Critique of Instrumental Reason from Weber to Habermas. London & New York: Continuum.

    Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

    Žižek, Slavoj. 1992. Enjoy Your Symptom!. New York: Routledge.

    ________., (ed). 1995. Mapping Ideology. London & New York: Verso.

    ________. 2004. Organs without Bodies: Deleuze and Consequences. New York: Routledge.

    ________. 2008. The Sublime Object of Ideology. London & New York: Verso.

    Author

    Find us on

    Latest articles

    spot_img

    Related articles

    Kritik Mukjizat dari Skeptikus Empirisme Radikal

    Doktrin agama memuat ajaran yang kebenarannya mutlak bagi suatu pemeluk agama tertentu. Doktrin merupakan aturan yang bersifat...

    Menyingkap Keterasingan Manusia Lewat Banalitas Keseharian

    Tidak dipungkiri lagi, mahasiswa erat dengan jadwal padat yang selalu menghampirinya setiap saat. Pagi hari, sekitar pukul...

    Post-Truth: Konsekuensi atas Keruntuhan Modernitas

    Seperempat paruh awal abad ke-21 ini, manusia dihadapkan kepada pertumbuhan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mendisrupsi masyarakat....

    Hausu dan Hauntopoanalisis

    Rumah bukanlah sekadar bangunan fisik yang memiliki wujud konkret, melainkan ruang metafisik yang abstrak dan memiliki agensi...

    Sebuah Hikayat dari Tanah Para Pencari Kebenaran Dunia

    Tulisan ini merupakan potongan dari Laporan Pertanggungjawaban Pemimpin Redaksi LSF Cogito 2022 yang disampaikan pada 11 Februari...

    Ampun, Romo Bertens: Argumen Absolutis Anda Bermasalah

    Buang semua asumsi moral dan pengetahuan yang kita dapat dari peradaban modern ini untuk sementara. Mari bayangkan...