spot_img
More

    Mencari Titik Akhir Politik Agonistik

    Featured in:

     

    http://www.journals.uchicago.edu/

     

    Judul         : Enduring Agonism: Between Individuality and Plurality

    Penulis      : Helen McManus

    Sumber     : Jurnal Polity, Vol. 40 No. 4 (Oct., 2008) hlm. 509-525

    Link           : http://www.jstor.org/stable/40213520

     

    Ada sebuah persoalan yang cukup serius dalam konsep politik agonisme, yakni sebuah persaingan tiada henti tanpa sebuah kemungkinan harapan dan kesepakatan akhir, dengan demikian konflik dalam politik demokrasi menjadi sesuatu yang menakutkan untuk dihadapi. Politik tidak akan pernah lengkap dan keadilan tidak akan pernah tercapai.[1] Kemudian hal pokok yang perlu menjadi pertimbangan adalah kemungkinan politik agonistik untuk tetap bertahan, atau lebih sederhana adalah kemungkinan seseorang dapat bertahan dalam sebuah demokrasi agonistik.

    Politik Agonistik

    Teori demokrasi agonistik oleh karena itu tidak mengartikan suatu politik sebagai persaingan dan perjuangan melampaui masalah umum atau yang menjadi perhatian publik, melainkan publik itu sendiri.[2]

    Politik agonistik dimulai dengan pluralitas, berbagai pemahaman sebagai keserbaragaman dari perpecahan dan pertentangan orang-orang. Tidak seperti banyak teori-teori politik yang lain, demokrasi agonistik membenarkan sebuah ketidaktatanan pluralitas dan menolak sebuah upaya penekanan terhadap pertentangan. Teori demokrasi agonistik oleh karena itu tidak mengartikan suatu politik sebagai persaingan dan perjuangan melampaui masalah umum atau yang menjadi perhatian publik, melainkan publik itu sendiri.[2] Maksudnya adalah konsen teori agonisme adalah pada hegemoni orangnya, bukan pada persaingan untuk memecahkan masalahnya.

    Satu hal yang dituntut dari politik agonistik adalah partisipasi aktif setiap individu yang tak berbatas waktu dan ruang, karena hal tersebut berkaitan dengan bertahan atau tidaknya seseorang dalam persaingan hegemoni itu sendiri. Inilah yang nantinya menjadi sebuah persoalan tentang seberapa jauh seorang individu dapat bertahan dalam politik agonistik? Dan dengan cara apa seseorang dimungkinkan untuk tetap bertahan dalam persaingan tersebut.

    Agonistik Individu

    Teori agonistik menekankan pada pluralitas internal dari seseorang, yang sebenarnya tidak pernah sungguh-sungguh identik dengan dirinya sendiri. Agonistik mengungkapkan bahwa konsep self-identical secara individu adalah sesuatu yang tidak tepat, atau bahkan tidak mungkin. Ini merupakan sebuah persoalan tersendiri dalam diskursus agonisme, bahwa self-identical sebagai bentuk pluralitas internal sangat tidak mungkin dapat bertahan dalam politik agonistik. Ketidakmungkinan ini disebabkan oleh persoalan bagaimana seseorang dengan keniscayaan pluralitasnya dapat memilih sebuah faksi atau kelompok tanpa konflik? Maka yang secara mungkin dapat terjadi hanyalah persaingan hegemoni antar individu, dan itu mengartikan bahwa politik agonistik sama sekali tidak representatif.

    Kemudian apa yang menjadi inti persoalannya adalah individualitas yang seperti apa, dan kerangka pikir apa yang dapat menunjukkan pluralitas internal seseorang, yang memungkinkan tetap mampu bertahan untuk berpartisipasi dalam demokrasi agonistik?

    Politik agonistik tetaplah prospek yang mengganggu, terutama untuk orang-orang yang tidak memiliki kapasitas untuk bertahan dalam politik agonis, karena poltik agonistik bagaimanapun merupakan sebuah politik terbuka yang tidak nyaman dan mengganggu dalam persoalannya antara individualitas dengan politik.

    Ada dua pandangan yang penting untuk diurai dalam persoalan ini, meskipun pada akhirnya tetap tidak sesuai. Dua pandangan tersebut adalah subjektivitas agonistik Honig dan pluralitas diri Connolly.

    Pandangan Honig tentang subjektivitas agonistik berfokus pada pluralitas internal sebagai perbedaan dalam identitas, dan menekankan stimulus untuk bertindak secara berbeda. Tak jauh berbeda dengan Honig, Connolly juga lebih mengarahkan perhatiannya pada perbedaan dalam identitas. Ia berpendapat bahwa agonistik individu harus menumbuhkan pluralitas internal dengan cara melibatkan diri dalam pluralisasi. Secara sederhana, individualitas agonistik dapat dipahami sebagai sebuah proyek, meskipun merupakan sesuatu yang tidak akan pernah dapat dikatakan selesai atau diselesaikan.[3]

    Mimesis: Sebuah Upaya Bertahan

    Seandainya dengan self-identical tidak memberi jaminan atau bahkan kemustahilan untuk bertahan dalam politik agonistik, maka jalan lain yang dapat diambil adalah sebuah peniruan (mimesis). Dengan meniru yang lain, seseorang dimungkinkan untuk dapat bertahan dalam sebuah persaingan hegemoni, akan tetapi dengan jalan ini pun seorang individu tetap tidak memperoleh sebuah kenyamanan, karena ia harus selalu berubah-ubah untuk meniru sesuatu yang baru.

    Pada akhirnya agonistik individu tetaplah bergantung pada disposisi negatif terhadap fakta konflik yang sedang berlangsung dan meluas. Meskipun disposisi negatif dapat mendorong individu untuk melakukan sebuah tindakan politik, akan tetapi hal tersebut tetap tidak memberi sebuah pengertian akan tujuan. Dengan demikian, politik agonistik tetaplah prospek yang mengganggu, terutama untuk orang-orang yang tidak memiliki kapasitas untuk bertahan dalam politik agonis, karena poltik agonistik bagaimanapun merupakan sebuah politik terbuka yang tidak nyaman dan mengganggu dalam persoalannya antara individualitas dengan politik.

    Catatan Kaki:

    [1] Lih. h. 509-510

    [2] Lih. h. 511

    [3] Lih. h. 515

    Author

    • Risalatul Hukmi

      Alumnus Fakultas Filsafat UGM, sedang menulis pemikiran Nietzsche dan kekerasan agama. Novel pertamanya terbit dengan judul "Alenia".

      View all posts

    Find us on

    Latest articles

    spot_img

    Related articles

    Menyingkap Keterasingan Manusia Lewat Banalitas Keseharian

    Tidak dipungkiri lagi, mahasiswa erat dengan jadwal padat yang selalu menghampirinya setiap saat. Pagi hari, sekitar pukul...

    Post-Truth: Konsekuensi atas Keruntuhan Modernitas

    Seperempat paruh awal abad ke-21 ini, manusia dihadapkan kepada pertumbuhan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mendisrupsi masyarakat....

    Hausu dan Hauntopoanalisis

    Rumah bukanlah sekadar bangunan fisik yang memiliki wujud konkret, melainkan ruang metafisik yang abstrak dan memiliki agensi...

    Sebuah Hikayat dari Tanah Para Pencari Kebenaran Dunia

    Tulisan ini merupakan potongan dari Laporan Pertanggungjawaban Pemimpin Redaksi LSF Cogito 2022 yang disampaikan pada 11 Februari...

    Ampun, Romo Bertens: Argumen Absolutis Anda Bermasalah

    Buang semua asumsi moral dan pengetahuan yang kita dapat dari peradaban modern ini untuk sementara. Mari bayangkan...

    Polemik Hermeneutis Gadamer dan Habermas

    “Kalau Anda ingin mendengarkan Heidegger dengan lebih mudah, bacalah (tulisan) Gadamer.” Begitulah ucapan Fransisco Budi Hardiman saat...