Object-Oriented Philosophy
Graham Harman
Oleh: M. Unies Ananda Raja
Intisari
Artikel ini bertujuan untuk menjelaskan asumsi dasar dari filsafat Graham Harman (1968– ) yang disebut dengan Object-Oriented Philosophy. Latar belakang pemikiran Harman adalah kritiknya terhadap tendensi filsafat barat yang cenderung menjelaskan realitas secara problematis dengan dua cara, yakni mereduksi objek ke unit terkecil (undermining) atau menolak unifikasi objek dalam satu hal (overmining). Masalah dari kecenderungan pertama adalah ketidakmampuan menjelaskan kemunculan dan ketahanan objek, sedangkan masalah kecenderungan kedua adalah ketidakmampuan menjelaskan perubahan objek. Untuk mengatasi dua kecenderungan tersebut, Harman mengembangkan pemikiran tentang objek yang didapat dengan pembacaan kritis atas gagasan intensionalitas Husserl, peranti Heidegger, dan monadologi Leibniz. Dua kesimpulan penting Harman untuk mengatasi problem tersebut adalah: pertama, membagi objek dan kualitas menjadi masing-masing dua bagian, sehingga terdapat empat hal dalam objek, yakni objek real, kualitas real, objek sensual, dan kualitas sensual. Kedua, memperluas relasi yang tidak hanya terjadi antar objek dan kualitas, tetapi juga antar objek dengan objek, dan kualitas dengan kualitas, sehingga terdapat sepuluh model hubungan dalam objek. Kedua jawaban Harman tersebut membuatnya dapat menjawab problem perubahan dengan penempatan kausalitas pada ranah sensual, dan problem kemunculan dan ketahanan objek dengan gagasan fisi–fusi. Konsekuensi dari filsafat yang dikembangkan Harman adalah hilangnya posisi sentral manusia dalam filsafat serta pembatasan keseluruhan hubungan dalam realitas.
Kata Kunci: Object-Oriented Philosophy, Objek, Kualitas, Relasi, Desentralisasi manusia.
komunikasi sebagai Solidaritas Sosial
Paradigma Manusia, Masyarakat, dan Negara
Menurut Jürgen Habermas
Oleh: Fransiskus Nong Budi
Intisari
Radikalisasi pemahaman melalui tindakan praksis kerap melahirkan gejala anomali dalam sistem sosial masyarakat, sehingga pertikaian dan perpecahan mudah terjadi hanya karena alasan yang tidak rasional. Menurut Habermas, salah satu upaya solutif untuk menyelesaikan problem tersebut adalah memperjelas setiap tindakan manusia yang dapat dibagi dalam dua kategori dasar, yakni berdasarkan ‘tindakan rasional-bertujuan’ (zweckrationales Handeln) dan ‘tindakan komunikatif ’ (kommunikativen Handeln). Tindakan yang pertama dikategorikan Habermas dalam dimensi kerja, sedangkan yang kedua dikelompokkan dalam segi komunikasi. Kedua tindakan tersebut merupakan tindakan dasar bagi manusia dalam kehidupannya, yaitu tindakan dasar manusia dalam relasinya baik dengan alam atau manusia. Relasi manusia dengan alam ialah relasi monolog karena alam menjadi objek manipulasi manusia, sementara relasi manusia dengan manusia adalah relasi dialog karena mereka saling berelasi melalui simbol, dalam hal ini adalah bahasa, yang saling mereka pahami secara intersubjektif dalam dunia keseharian.
Kata Kunci: Manusia, Sistem Sosial, Kerja, Tindakan Rasional-Bertujuan, Tindakan Komunikatif.
Merefleksikan Metode
Teilhard de Chardin
Keeping Natural Sciences Natural (?)
Oleh: Yulius Suroso
Intisari
The Phenomenon of Man (1995) adalah karya P. Teilhard de Chardin. yang berisi uraian mengenai teori evolusi. Teilhard dalam penelitiannya menggunakan metode trans-disiplin. Meta-metodologi ini melampaui keterbatasan suatu bidang ilmu untuk mencari koherensi narasi dalam keanekaragaman gejala pengalaman manusia. Berkaitan dengan metode trans-disiplin yang ia gunakan, timbul ketidaksenangan di kalangan tertentu, terutama ahli sains, filsafat, dan teologi. Kalangan tersebut sudah terikat pada tuntutan metodologis spesifik dalam bidang mereka masing-masing. Menanggapi masalah ini, Weber segera menjawab bahwa setiap metode senantiasa berhadapan dengan keanekaragaman empiris. Setiap metode perampatan akan membuang aspek realitas yang unik dan acak, serta mereduksi perbedaan-perbedaan kualitatif ke aspek kuantitatif untuk menghasilkan hukum umum. Pendekatan meta-metodologi Teilhard untuk melampaui keterbatasan suatu bidang ilmu pantas dibela. Meskipun ada sebuah tahap di mana Teilhard mengangkat data penelitian sampai pada tahap “merefleksikan,” namun tidak bisa dipungkiri bahwa segala data penelitiannya didapatkan dengan keketatan metode menurut prinsip kerja ilmiah. Dengan mengacu pada pendapat Andrew Collier, yang mengatakan bahwa objektivitas manusia berkaitan dengan “sikap dan tujuan manusia”, apa yang dilakukan Teilhard dengan demikian tetap mempunyai nilai objektivitas sains. Teilhard bisa dikatakan mempraktikkan ilmu dalam dunia modern dengan tetap setia pada panggilan keilmuan.
Kata kunci: Meta-metodologi Teilhard, Objektivitas Sains, Koherensi Narasi, Metode Trans-disiplin
Problem Aksiologis Penggunaan
Subjek Manusia dalam Kasus
Hipotermia Nazi
Oleh: Banin Diar Sukmono
Intisari
Artikel ini bertujuan untuk memperlihatkan pentingnya prinsip penghargaan atas subjek dalam penelitian ilmiah. Dengan menjadikan kasus hipotermia Nazi sebagai contoh, artikel ini akan menunjukkan masalah yang terjadi saat prinsip penghargaan atas subjek absen dalam andaian aksiologis penelitian. Metode yang digunakan dalam artikel ini adalah evaluasi kritis dalam tataran prinsip dan kerangka riset. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa ketidakhadiran prinsip penghargaan atas subjek adalah konsekuensi logis atas lemahnya kerangka riset yang dijalankan Nazi dalam penelitian hipotermianya. Dengan kata lain, problem non-epistemik yang tidak tepat dapat memengaruhi keoptimalan pertimbangan epistemik. Berdasarkan hal tersebut, artikel ini merekomendasikan usaha penuh untuk mengafirmasi prinsip penghargaan terhadap subjek dalam segala bentuk kondisi dan penelitian.
Kata Kunci: Kasus Hipotermia Nazi, Penghargaan atas Subjek, Kerangka Riset,
Nilai Epistemik dan Non-Epistemik.