Judul Buku : Kejahatan dan Hukuman (Crime and Punishment)
Penulis : Fyodor Dostoyevsky (author), Ahmad Faisal Tarigan (translator)
Penerbit : Yayasan Pustaka Obor Indonesia
Tahun Herbit : 2018
Jumlah Halaman : 448
Bahasa : Indonesia
ISBN : 978-979-461-988-9
Kisah diawali dengan Raskolnikov, seorang mahasiswa miskin yang membunuh wanita lintah darat tua, Alyona Ivanovna, dengan pembelaan diri yang kuat. Sebelumnya, niat membunuh itu kadang timbul dan kadang mereda, tetapi semakin memuncak ketika adiknya—Dounia—akan menikah tanpa dasar cinta. Ia akan menikah dengan lelaki berkarakter buruk yang kaya demi kesejahteraan keluarganya. Menurut Raskolnikov, tindakan yang akan dilakukan adiknya itu lebih buruk daripada PSK yang bekerja hanya untuk mempertahankan hidupnya hari demi hari. Adiknya hendak menjamin kehidupan keluarganya, termasuk Raskolnikov, dengan menggadaikan dirinya dan cintanya. Oleh karena itu, Raskolnikov merasa bertanggung jawab untuk mengatasi keadaan tersebut dengan cara membunuh Alyona dan mengambil hartanya.
Alyona adalah rentenir tua yang menyusahkan banyak orang miskin dengan aturan bunga yang besar. Jika dipertimbangkan, kematian Alyona akan lebih menguntungkan banyak orang dibandingkan dengan kehidupannya. Di samping itu, kehidupan serta kebahagiaan Dounia lebih berharga untuk banyak orang, setidaknya untuk keluarganya, dibandingkan dengan kehidupan Alyona yang hanya hidup berdua dengan adiknya. Jadi, bukanlah suatu keburukan atau kejahatan apabila Raskolnikov membunuh Alyona.
Utilitarianisme
Pemikiran Raskolnikov selaras dengan etika utilitarian yang pertama kali diusulkan oleh Jeremy Bentham. Utilitarianisme merupakan aliran filsafat yang beranggapan bahwa sebuah tindakan dikatakan benar apabila menghasilkan kebahagiaan dan manfaat (utilitas) bagi lebih banyak orang. Prinsip ini terkenal dengan istilah “Prinsip Kebahagian Terbesar” atau “The Greatest Happiness Principle” (Bertens, 1936, hlm. 192). Bagaimana dengan tindakan yang salah? Suatu tindakan dikatakan salah apabila lebih banyak menghasilkan ketidakbahagiaan dan kerugian dibandingkan kebahagiaan serta manfaat.
Perhitungan utilitas dalam utilitarianisme Mill memprioritaskan jenis kebahagiaan yang lebih berkualitas.
Aliran ini memperhitungkan kebahagiaan dan kesengsaraan dari suatu tindakan secara kuantitatif. Misalnya, Raskolnikov mempertimbangkan bahwa kehidupan Alyona setidaknya membawa kesengsaraan bagi sepuluh orang miskin yang membutuhkan bantuannya dan hanya membawa kebahagiaan untuk satu orang, yaitu adiknya. Sementara itu, kematian Alyona hanya akan membawa kesedihan bagi adiknya dan menumbuhkan kebahagiaan bagi sepuluh orang yang akan terbebas dari hutang. Dengan demikian, tindakan membunuh Alyona merupakan tindakan yang benar. Dalam utilitarianisme, tindakan dinilai berdasarkan konsekuensinya. Niat dan proses tidak memiliki nilai baik ataupun buruk.
Seiring waktu, utilitarianisme mendapat berbagai kritik dan mengalami pembaruan. John Stuart Mill merevisi utilitarianisme Bentham mengenai konsep kebahagiaan (Graham, 2004, hlm. 189). Bentham hanya menghitung kebahagiaan secara kuantitatif, sedangkan Mill menekankan pada kebahagiaan kualitatif, yaitu kebahagiaan intelektual. Bagi Mill, kebahagiaan tidak serta merta dihitung secara numerik dan hedonis, tetapi memiliki tingkatan kualitas yang dapat diukur secara empiris dan perlu berpedoman pada pendapat orang yang bijaksana (Bertens, 2005, hlm. 194). Orang yang bijaksana ialah mereka yang dianggap berpengalaman dan memiliki keahlian untuk menilai kebahagiaan. Mereka diasumsikan mampu mempertimbangkan konsekuensi jangka panjang dari suatu tindakan. Konsekuensinya, mereka dianggap tahu mengenai jenis kebahagiaan yang lebih tinggi.
Kebahagiaan semua pihak yang terlibat juga perlu dipertimbangkan, tidak hanya satu pihak saja. Misalnya, kebahagiaan dari menghasilkan suatu karya lebih tinggi nilainya dibanding dengan kebahagiaan dari minum anggur. Dengan demikian, perhitungan utilitas dalam aliran ini pun berubah: kita perlu memprioritaskan jenis kebahagiaan yang lebih berkualitas. Dalam kasus Raskolnikov, apakah kebahagiaan dari sepuluh orang miskin lebih baik daripada kebahagiaan satu orang, yaitu adik Alyona? Kita perlu melihatnya secara lebih luas dengan menghitung manfaat yang dihasilkan dari sepuluh orang miskin bagi sesamanya dan manfaat yang dihasilkan dari kebahagiaan adik Alyona. Bisa jadi, sepuluh orang yang terbebas dari hutang hanya akan menggunakan uangnya untuk minum-minum dan kembali berhutang pada orang lain. Sementara itu, mungkin saja adik Alyona akan semakin giat bekerja apabila kakaknya masih bersamanya dan menggunakan upahnya untuk membantu orang miskin. Dalam novel ini, Raskolnikov tetap beranggapan bahwa kematian Alyona lebih menguntungkan dibandingkan dengan kehidupannya.
Cerita berlanjut hingga Raskolnikov benar-benar membunuh Alyona. Tanpa diduga, adik Alyona datang secara tidak sengaja hingga membuat Raskolnikov membunuhnya menggunakan kapak. Raskolnikov melakukan aksi pembunuhan keduanya ini dalam keadaan setengah sadar. Setelah pembunuhan itu, ia mulai merasakan ketakutan dan kecemasan. Ia merasa seperti ada orang yang melihat perbuatannya dan mendengar suara-suara aneh hingga ia jatuh sakit dan meracau. Ia juga menjadi mudah marah dan membenci semua orang, termasuk keluarganya. Lama-kelamaan, Raskolnikov mulai bisa mengendalikan emosinya dan menangani kecurigaan berbagai pihak yang menduganya sebagai pembunuh Alyona. Salah satunya Porfiry, seorang detektif yang menyelidiki kasus pembunuhan. Namun, Porfiry tetap memperhatikan gejala psikologis Raskolnikov sebagai pelaku pembunuhan dan menyarankan Raskolnikov untuk menyerahkan diri. Raskolnikov kemudian mengalami pergumulan batin karena ia tetap memegang prinsipnya: Alyona pantas mati dan dirinya tidak bersalah.
Kantianisme
Pada akhir cerita, Raskolnikov mengakui kesalahannya dan menyerahkan diri ke polisi. Mengapa Raskolnikov tidak dapat mempertahankan prinsipnya? Akhir novel ini menggugurkan prinsip utilitarian yang dipegang Raskolnikov dengan menjunjung etika Kantian. Dalam aliran ini, kebaikan atau keburukan suatu tindakan tidak dinilai dari konsekuensi tindakan tersebut (Graham, 2004, hlm. 149). Suatu tindakan dikatakan baik apabila tujuan atau niatnya adalah untuk memenuhi kewajiban moral yang bersifat universal, otonom, dan rasional: selaras dengan akal sehat manusia. Kewajiban moral yang rasional sekaligus instingtif ini sering kita sebut sebagai hati nurani.
Memberikan uang kepada pengemis dengan tujuan agar pengemis itu tidak mengganggu tidak bisa dikatakan sebagai tindakan baik.
Dalam Kantianisme, suatu tindakan tidaklah baik bila tujuannya pamrih untuk mencapai kebahagiaan ataupun memenuhi perintah Tuhan. Seseorang hanya bisa dikatakan melakukan tindakan yang baik jika ia menyadari dengan sepenuh hati akan kewajiban moralnya. Kesadaran subjek moral akan kewajibannya disebut dengan “maksim” (Asdi, 1955, hlm. 11). Manusia memiliki kebebasan untuk bertindak atas dasar kehendak baik sesuai maksim dan tanpa pamrih. Maksim memiliki dua jenis, yaitu maksim a priori dan maksim empiris. Maksim a priori adalah kesadaran untuk mematuhi kewajiban moral yang bersifat universal dan tidak mengacu pada nafsu indrawi. Sementara itu, maksim empiris adalah kesadaran untuk melakukan tindakan yang mengacu pada dampaknya sehingga bersifat situasional. Misalnya, berbohong untuk menyelamatkan diri sendiri.
Kewajiban moral disebut sebagai “imperatif kategoris” oleh Kant. Imperatif kategoris adalah keharusan moral untuk melakukan suatu tindakan karena tindakan itu baik pada dirinya sendiri, tanpa memikirkan tujuan lain, dan mengandung maksim a priori. Misalnya, tindakan memberikan uang kepada pengemis. Tindakan itu dikatakan baik apabila tujuannya adalah demi tindakan itu sendiri atau karena anggapan bahwa membantu pengemis adalah tindakan baik. Di sisi lain, memberikan uang kepada pengemis dengan tujuan agar pengemis itu tidak mengganggu tidak bisa dikatakan sebagai tindakan baik.
Penutup
Raskolnikov mengalami kecemasan karena ia tidak bisa “lari dari nuraninya”. Walau sebelumnya dia merasionalisasi perbuatan salah yang ia lakukan menggunakan prinsip utilitarian, ia tetap mengalami kesengsaraan dan dihantui perasaan bersalah. Pada akhirnya, ia mengakui kesalahannya. Dari sini, dapat dilihat bahwa novel ini mengkritik etika utilitarian yang memperbolehkan tindakan mengorbankan hak-hak individu atau minoritas demi kesejahteraan bersama. Dinamika psikologis dan pergumulan batin Raskolnikov membawanya kembali kepada konsep kewajiban moral universal dalam etika Kantian yang melindungi hak-hak individu termasuk hak untuk hidup. Tidak bertindak sesuai imperatif kategoris membawa Raskolnikov pada pergulatan dengan perasaan bersalah dan kesengsaraan batin. Dengan demikian, perhitungan moralitas yang subjektif bukanlah pegangan yang digunakan oleh novel ini, melainkan moralitas yang bersifat objektif dan universal sesuai dengan imperatif kategoris.
Referensi
Asdi, E. D. (1995). Imperatif kategoris dalam filsafat moral Immanuel Kant. Jurnal Filsafat, 23(2), 9-19.
Bertens, K. (2005). Etika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Graham, G. (2015). Teori-teori etika. Bandung: Nusa Media. (I. M. Zakkie, Trans.). (Karya orisinal terbit 2004).