spot_img
More

    Jurnal Vol 3.1

    Mei 2016

    Daftar Isi

    Refleksi Politik - Muhammad Nur Alam Tejo

    • Akhir-akhir ini masyarakat Indonesia disibukkan oleh berbagai wacana politik yang memusingkan. Wacana korupsi reklamasi Teluk Jakarta, dugaan korupsi Rumah Sakit Sumber Waras, atau kasus Panama Papers yang rumit itu. Politik memang selalu menarik untuk terus dikaji. Ibarat sayur tanpa garam, politik memang tidak akan menjadi menarik tanpa adanya saling senggol kekuasaan dan kepentingan. Alhasil masyarakat Indonesia mungkin sudah mahfum jika politik disejajarkan dengan hal yang menjijikkan lagi keji.

    Filsafat Alteritas Emmanuel Lèvinas: Etika sebagai Proto Philosophia - Fahmy Farid Purnama

    • Artikel ini berusaha menjelaskan bagaimana Lèvinas merehabilitasi kultur egosentris dan narsistis yang dianggapnya telah mengakar kuat dalam tradisi filsafat Barat semenjak Parmenides hingga Heidegger. Bagi Lèvinas, perbincangan filsafat Barat tidak lebih sebatas diskursus egologi yang cenderung reduksionis. Lèvinas berusaha menghadirkan suatu arus balik (reverse), yaitu dengan menjadikan l’Autrui sebagai titik tolak setiap perbincangan filsafat. Etika Lèvinas yang berbasis pada pemahaman etika sebagai proto philosophia, berada dalam tradisi besar fenomenologi. Namun, berbeda dengan fenomenologi Husserl yang memperbincangkan ego transendental, maupun fenomenologi Heidegger yang bergumul dalam ontologi fundamental dan berporos pada Dasein, fenomenologi Lèvinas lebih menaruh perhatian penuh terhadap l’Autrui. Kekhasan inilah yang membuat filsafat Lèvinas sering disebut juga sebagai the phenomenology of the other.
    • Kata Kunci: yang-lain/liyan (l’Autrui), ‘wajah’ (le Visage), proksimitas (Proximity), eksterioritas (Exteriority), tanggung jawab etis

    Penyebab Sosial (Social Causation) dalam Individualisme Non-Reduktif R. Keith Sawyer - Banin Diar Sukmono

    • Artikel ini bertujuan untuk memaparkan bagaimana penyebaban sosial dapat terjadi dalam perspektif individualisme non-reduktif (Non-reductive Individualism/NRI) R. Keith Sawyer. NRI adalah perluasan argumen fisikalisme non-reduktif dari filsafat akal budi untuk memberikan bingkai (framework) baru dalam melihat debat ontologis dan metodologis filsafat ilmu sosial. Cara yang digunakan adalah membasiskan landasan ontologis ilmu sosial pada eksistensi individu (individualisme ontologis), sekaligus mengiyakan dua level analisis properti, yakni level individual (bawah) dan sosial (atas) (dualisme properti). Mengingat posisi non-reduktif selalu dibayangi problem overdeterminasi dan epifenomena saat berbicara tentang daya kausal level atas, Sawyer mengkombinasikan argumen supervenien (supervenience), perealisasian berlipat (multiple realizability/MR), disjungsi tak beraturan (wild disjunction/WD), serta kemunculan kolaboratif (collaborative emergence), untuk memperkuat pandangan penyebaban supervenien (supervenient causation/SC) dalam domain sosial.
    • Kata Kunci: individualisme non-reduktif, penyebaban supervenien, sifat sosial yang-muncul

    Melukis Wajah Indonesia Setelah Runtuhnya Hindia Belanda: Tentang Onghokham dan Dekolonisasi Historiografi Modern - Danang T. P.

    • Artikel ini secara khusus bertujuan untuk menelaah karya Onghokham, Runtuhnya Hindia Belanda. Karya Onghokham tersebut akan dilihat dengan cara mengerucut-luaskan cakupan dalam kerangka pemahaman kenyataan-kenyataan historis dan keilmuan/historiografis modern berkaitan dengan gelombang nasionalisme pascakolonial. Penyelidikan ini akan bergerak untuk melihat celah kelemahan konsepsi sejarah nasional yang bertopang di atas konsepsi politik nasionalisme. Lewat Onghokham dan karyanya, penyelidikan ini akan menggiring pemahaman untuk melihat kemungkinan historiografi sebagai cerita yang mengandaikan semangat kritis-empiris, tetapi juga bertumpu pada fakta ontis/ontologis keberadaan manusia. Telaah filsafat historiografi akan membawa penyelidikan bukan saja ke arah pemahaman ontologis tentang ilmu sejarah sebagai jerih payah manusia bertahan hidup dalam ketegangan arus sejarahnya, melainkan juga rekonstruksi-rekonsiliasi historiografis yang menegaskan adanya praandaian politis dan metodologis tersembunyi yang kerapkali tidak diperhatikan ketika sejarah didaku dan kemudian dipahami melalui proses objektivikasi teoretik, maupun pengalihragaman penyelidikan sejarah ke arah pengetahuan kewargaan untuk kepentingan politis. Diagnosis adanya praandaian politis dan metodologis dalam eksplanasi historis adalah titik mula untuk menegaskan bahwa praktik historiografi modern tidak melulu bersandar pada konsepsi nalar logis-saintifik.
    • Kata Kunci: filsafat historiografi, dekolonisasi, Neerlandosentrisme, Indonesiasentrisme

    Seni sebagai Penyingkapan akan Ada: Telaah atas Esai The Origin of the Work of Art Karya Martin Heidegger - Nalerin Erone Nahfirin

    • Karya-karya Heidegger yang ditulis sekitar tahun 1919–1973 telah mengalami suatu transformasi yang sangat nyata seiring dengan perubahan zaman dan revolusi sejarah pada masa hidupnya. Banyak perdebatan di antara para pemikir kontemporer mengenai perkembangan pemikiran Heidegger yang mengalami periode “balik” (turn) kendati mereka tetap setuju bahwa pemikiran Heidegger ini harus dilihat sebagai suatu kesatuan yang dinamis dan berkesinambungan dengan tahap awal pemikirannya. Setelah Being and Time (selanjutnya ditulis “BT”), esainya yang berjudul “The Origin of the Work of Art” (selanjutnya ditulis “OWA”) adalah karya yang banyak dirujuk oleh para filsuf dan menjadi semacam titik tengah dalam pemikiran Heidegger. Melalui artikel ini, penulis akan menelusuri pemikiran Heidegger yang membahas tentang asal-usul karya seni dalam “The Origin of the Work of Art”. Untuk itu, penulis akan (1) merumuskan pokok-pokok penting dalam OWA; (2) menjelaskan kaitan antara seni dan kebenaran; dan (3) membahas karakter misterius bahasa. Ketiga poin akan tersebut akan membuka suatu pemahaman baru tentang “Ada” dan makna keberadaannya.
    • Kata Kunci: karya seni, Ada, penyingkapan, kebenaran

    Humanisme ‘Lentur’ dan Masa Depan Kemanusiaan - Melfin Zaenuri

    • Sebagai sebuah aliran filsafat, paham-pemikiran dan gerakan humanisme bertitik tolak pada manusia (human) dan hal-ihwal tentangnya; tentang kemampuan-kemampuan kodrati, kebebasan, kejiwaan dan rasionalitas manusia yang berbeda dengan makhluk lain di luarnya. Semua hal-ihwal tentang manusia terangkum dalam satu kata: kemanusiaan.

    Menggugat Yang-Telah-Ada - Boy Asharry

    • Keberadaan filsafat sangat dipertaruhkan: apakah ia merupakan sebuah redeskripsi atas realitas? Ataukah harus mengatasi hal itu? Redeskripsi atas realitas dicontohkan seperti halnya kita sedang duduk di bangku SMA. Kita dicekoki oleh mata pelajaran yang tidak memungkinkan kita untuk bersikap kritis terhadapnya. Realitas yang dimaksudkan bukanlah realitas yang bebas nilai atau tanpa makna. Rujukan yang paling tepat untuk menggambarkan realitas adalah yang-telah-ada.

    Petuah Hukuman Mati - Fitriadi K.

    • “Hukuman mati adalah pembunuhan yang paling terencana.” —Albert Camus
    • Hukum sering dianggap sebagai wilayah ‘netral’, semua kepentingan dan kelas sosial diberlakukan sama di muka hukum, bahwa hak dan kewajiban adalah sesuatu yang didistribusikan oleh hukum (konvensional). Hukum memberi kita hak untuk memilih, untuk menerima keuntungan berupa kesejahteraan, perlindungan polisi dan seterusnya. Namun apa jadinya, apabila implementasi hukum yang ada sesungguhnya menjadi asumsi politik semata?

    26 MB - include updates and bug fixes.