spot_img
More

    Félix Guattari dan Antonio Negri : Proposisi Komunis

    Featured in:
    Garis Aliansi Baru

    Di akhir periode penghematan—hasil dari gelombang perlawanan represif di bawah lindungan organisasi yang bersifat kapitalis dan sosialis—sebentuk aliansi khusus dapat dan harus terwujud di antara kategori-kategori konstitutif dari proletariat baru dan sektor-sektor paling dinamis dari masyarakat produktif. Membedakan kedua hal ini, pertama-tama, dapat mendedah hambatan-hambatan korporatis yang akan tercipta kembali, hambatan-hambatan yang telah menunjukkan diri sebagai sesuatu yang khususnya efektif diterapkan dalam lingkungan kerja industri, seefektif jika diterapkan dalam bentuk pelayanan tersier dan sektor-sektor ilmiah produksi sosial. Urutan-urutan dasar proses revolusioner yang saat ini berada di depan kita memusatkan diri pada kemungkinan-kemungkinan untuk membuat kelas-kelas pekerja, sektor-sektor produksi tersier, dan komponen-komponen lain tidak terhitung di alam semesta untuk saling berhubungan dan berinteraksi.[i] Gerakan tersebut akan menangani problem permuaraan ini dengan seluruh kecerdasan dan kekuatannya. Bukan karena kelas pekerja akan tetap menjadi elemen yang menentukan dari proses revolusioner. Tidak pula bahwa sektor tersier, intelektual, marjinal, dll., semuanya akan menjadi pembawa perubahan yang penting. Tidak ada untungnya mengupayakan kesalahpahaman sejarah seperti itu. Adalah jelas bahwa semua wacana perihal sentralitas dan hegemoni pekerja benar-benar tidak berfungsi sebagai basis bagi organisir aliansi-aliansi politis dan produktif baru, atau bahkan hanya sebagai sebuah titik acuan. Dengan mematahkan jebakan semacam ini, pertanyaan yang sebenarnya memusatkan diri kepada penemuan sebuah sistem, bukan penyatuan, tetapi keterlibatan multivalen dari semua kekuatan sosial yang tidak hanya ada dalam proses mengartikulasikan kekuatan-kekuatan subjektif baru, tetapi juga perihal menghancurkan blok-blok kekuatan kapitalis—khususnya kekuasaan mereka atas opini media massa kepada sebagian besar kaum tertindas.

    Faktanya, sudah jelas untuk beberapa waktu bahwa ini bukan krisis biasa, tapi sebuah usaha radikal untuk menghancurkan lebih dari setengah abad “keuntungan yang didapat” dan kemenangan-kemenangan sosial dari reformisme yang bersesuaian dengan bentuk-bentuk kapitalisme sebelumnya.

    Hal ini akan menjadi fiktif dan artifisial untuk berharap menemukan afiliasi-afiliasi baru ini hanya pada perpecahan dalam struktur, pada area-area gesekan di pasar tenaga kerja dan reorganisasi korporat dari berbagai segmen berbeda kelas pekerja. Sikap seperti itu masih menjadi bagian dari semangat IWC, yang selalu lebih siap untuk melakukan represi daripada sekedar mempertimbangkan upaya-upaya untuk membebaskan produksi. Kini, kita telah melihat bahwa pertanyaan perihal menyusun ulang kesatuan konjungtif gerakan beriringan dengan produksi-diri dari emansipasi —yang sekaligus dalam kecenderungannya secara intrinsik tunggal dan secara eksternal menyerang melalui masing-masing komponennya. Kini produksi-diri menyiratkan pengakuan yang efektif dan terbuka terhadap segala hal yang benar-benar berpartisipasi dalam jenis-jenis baru kerja sama dan subjektivitas, tidak terkait dengan formasi-formasi kekuatan dominan. Aliansi baru anti-kapitalis akan menghancurkan rantai penindasan korporatis dan membantu menggeser pandangan mereka dengan transformasi-diri kolektif tersebut.

    Alih-alih aliansi-aliansi politik baru, ada baiknya kita sebut: kerja sama produktif baru.

    Seorang selalu kembali ke titik yang sama, yaitu produksi—produksi benda-benda berguna, produksi komunikasi dan solidaritas sosial, produksi semesta-semesta estetika, produksi kebebasan.

    Faktanya, bahwa pusat gravitasi dari proses-proses produksi ini telah dipindahkan ke jaringan molekuler dari permasalahan marginal dan minoritas. Meski demikian, ini bukanlah masalah pembentukan sebuah agama baru dan menciptakan titik demi titik pertentangan antara seluruh kelompok pekerja yang terjamin dan para pekerja yang tidak terjamin. Sebaliknya, permasalahannya adalah menyelesaikan, bersama yang terakhir mewakili diri mereka sebagai suatu kumpulan yang heterogen, terpisah dalam esensinya dari “realitas-realitas sejati” dari produksi, sebagaimana semua koordinat representasional dari  kapitalisme dan sosialisme memperdaya pemikiran mereka. Namun, transformasi semacam itu menyiratkan pula bahwa banyak sektor kelas pekerja dan kategori istimewa dari kaum proletariat memberi dirinya “representasi” lain ketimbang yang dimilikinya saat ini dan yang, sebagian besar, merupakan bagian dari rezim korporat. Revolusi molekuler tersebut, pengaturan-pengaturan subjektif baru, otonomi-otonomi dan proses-proses singularisasi baru mampu memulihkan suatu makna revolusioner kepada perjuangan-perjuangan  kelas buruh dan tentu banyak sektor kekuatan kerja kolektif, yang saat ini direduksi menjadi vegetasi dalam undang-undang sosiologis mereka.  Kita percaya bahwa “penyusunan-ulang (rekomposisi) proletariat” mampu mengatasi strategi “prekariatisasi” IWC terhadap pasar tenaga kerja, dan pengadu-dombaan segmen-segmen sosial lain tersebut yang menyadari-diri mereka menghadapi pasar yang sama. Pada skala kecil atau besar, potensi revolusioner molekuler muncul setiap waktu ketika proses detotalisasi (detotalization)[ii] dan deteritorialisasi (deterritorialization)[iii] tersebut mengganggu stratifikasi korporatisme.

    Sekarang, jika benar bahwa pertanyaan mendasarnya adalah pembalikan tendensi korporasi, nampaknya sama benarnya bahwa penggerak reduksi “entropi sosial” itu berada dalam pembuatan suatu dekompartementalisasi (decompartementalization)[iv] proyek revolusioner masyarakat produktif. Dan bukan hanya sebagai horizon ideal, sebagai suatu etika komunis, tetapi yang paling penting sebagai suatu perjuangan strategis yang mampu melepaskan gerakan dari “kegagalan neurosis” saat ini. Situasi yang paling mematahkan semangat dan perbandingan-perbandingan paling negatif dari kekuatan-kekuatan yang nampak dapat dengan cepat berubah segera setelah ketidakteraturan bentuk-bentuk dominasi IWC saat ini muncul dalam suatu cara yang bahkan lebih nyata. Bahkan segmen-segmen yang paling konservatif dari kelas pekerja sedang mulai memanifestasikan kerusuhan, ketidaksabaran, dan rasa jijik mereka sehubungan dengan pihak-pihak yang seharusnya mewakili mereka. Gagasannya, yang telah lama diterima dengan baik, yang karenanya hanya terdapat satu ekonomi-politik sebagai sebuah titik referensi—yakni mengenai IWC—telah mendapatkan waktunya. Pembongkaran perusahaan, cabang industri, di seluruh wilayah, ongkos sosial dan ekologis dari krisis tidak dapat lagi dicatat sebagai konversi ulang sistem yang diperlukan. Faktanya, sudah jelas untuk beberapa waktu bahwa ini bukan krisis biasa, tapi sebuah usaha radikal untuk menghancurkan lebih dari setengah abad “keuntungan yang didapat” dan kemenangan-kemenangan sosial dari reformisme yang bersesuaian dengan bentuk-bentuk kapitalisme sebelumnya.

    Dalam hal ini, seseorang harus mempertimbangkan bahwa fenomena marjinal merupakan bagian dari suatu konteks yang tidak mendefinisikannya sebagai berada di pinggir, tapi sebaliknya, memberi mereka suatu posisi sentral dalam strategi kapitalis.

    Secara jelas, ini tidak berarti bahwa kapitalisme sedang dalam proses kehancurannya sendiri dan bahwa kita telah ada, hampir terlepas dari perhatian kita, di ambang “Malam Agung”. Yang pasti adalah kapitalisme dan sosialisme bertujuan untuk memasang sebuah rezim “disiplin ilmu” yang hiruk-pikuk di seluruh penjuru dunia, di mana tiap segmen angkatan kerja kolektif, tiap orang, tiap kelompok etnis akan dipaksa untuk tunduk pada kontrol permanen. Dalam perihal ini, pekerja yang dijamin akan ditempatkan di bawah rezim sebagai yang tidak dijamin, dan semuanya akan bernuansa seperti itu, transisi non-empiris yang tidak bertahan lama. Tidak lama lagi siapapun bisa mendapatkan jaminan hukum yang sejati.

    Kelas pekerja tradisional harus menarik diri kepada hal ini. Tapi apa artinya pemberontakan mereka jika (pada akhirnya) tidak memahami bahwa mereka tidak lagi mewakili suatu mayoritas sosial—tidak secara angka, atau sebagai suatu nilai ideal, bahkan bukan sebagai nilai ekonomi yang diproduksi? Mereka berkewajiban, jika ingin melegitimasi pemberontakan mereka, untuk menyesuaikan diri secara sosial, dalam aliansi dengan banyak orang yang tereksploitasi, yang terpinggirkan, yang mencakup sebagian besar remaja, wanita, imigran, sub-proletariat dari Dunia Ketiga dan dari segala jenis minoritas.  Tugas pokoknya itu telah menjadi reunifikasi komponen-komponen tradisional perjuangan kelas melawan eksploitasi bersama gerakan baru pembebasan dan proyek komunis.

    Di medan inilah garis-garis aliansi baru akan ditarik. Kami menarik sebuah garis melalui tradisi Internasionale Ketiga, sebuah garis hitam di atas hasil-hasil totalitarian dan korporatisme-nya. Sebuah gerakan revolusiner baru yang sedang mencari jati diri. Terlahir baik di dalam maupun di luar gerakan buruh tradisional: yang berkembang biak dan berpotensi mengiringi suatu front yang secara intrinsik disatukan oleh eksploitasi. Ini akan menghancurkan norma-norma represif dari hari-hari kerja dan pengerukan keseluruhan waktu kapitalis. Domain-domain perjuangan baru menjadi mungkin di mana-mana. Namun, titik istimewa, titik panas dalam produksi mesin-mesin baru dari perjuangan revolusioner berada dalam zona-zona subjektivitas yang terpinggirkan. Dan di sana pun, tak perlu dikatakan lagi, tidak dalam dan diri mereka sendiri—tapi karena mereka tercatat dalam arti proses produksi kreatif yang dipertimbangkan dalam posisi evolusionernya, yaitu, secara tidak sembarang diisolasi dalam ruang ekonomi kapitalis.

    Imajinasi sosial tersebut dapat menyusun ulang diri hanya melalui perubahan-perubahan radikal. Dalam hal ini, seseorang harus mempertimbangkan bahwa fenomena marjinal merupakan bagian dari suatu konteks yang tidak mendefinisikannya sebagai berada di pinggir, tapi sebaliknya, memberi mereka suatu posisi sentral dalam strategi kapitalis. Subjektivitas marjinal, seperti halnya produk dan “analisan-analisan” terbaik dari tendensi komando, adalah juga mereka yang terbaik dalam melawannya. Aspek fisik, tubuh, plastik, dan eksternal dari pengalaman-pengalaman pembebasan subjek marjinal tersebut sama-sama menjadi bahan dari suatu bentuk baru ekspresi dan penciptaan. Bahasa dan citra di sini tidak pernah bersifat ideologis tapi selalu terinkarnasi. Di sini, lebih dari tempat lain, seseorang dapat menemukan gejala kemunculan dari suatu hak baru untuk perubahan dan kehidupan komunitarian, di bawah dorongan subjek-subjek dalam pemberontakan.

    Aliansi-aliansi baru: sebagai sebuah proyek produksi singularitas dan kemungkinan pemberian atas proyek ini suatu makna sosial subversif. Metode analisis-diri dari bentuk-bentuk subjektivitas sosial menjadi substansi revolusioner dalam arti bahwa hal itu memungkinkan pemahaman semiotik dan penguatan politis dari titik-titik ledakan korporatisme dan pada kebangkitan dari garis-garis aliansinya sendiri. Kesadaran umum telah mencerap proses konjungsi ini; imajinasi revolusioner telah mulai memahaminya; yang tersisa hanyalah menjadikannya dasar konstitusi gerakan masa depan.

    Berpikir dan Hidup dengan Cara Lain

    Kebencian, repetisi kosong dan sektarianisme merupakan modalitas-modalitas yang dengannya kita menghidupi harapan yang telah dikhianati dari gerakan buruh tradisional. Untuk semua itu, kita tidak meninggalkan sejarah perjuangan; malah sebaliknya, kita merayakannya karena ini merupakan sebuah bagian integral dari koordinat dan sensibilitas mental kita. Jika kita adalah kurcaci di pundak raksasa, kita memperoleh baik keuntungannya sebanyak aspek menyedihkan dari warisan mereka. Bagaimanapun, kita ingin bergerak maju. Menyatu kembali dengan akar-akar komunisme manusia, kita ingin kembali kepada sumber-sumber harapan, yaitu, untuk “menuju” (“being-for”) suatu intensionalitas kolektif, berbelok kepada menindak ketimbang “melawan” (“being-against”) yang dikunci menjadi slogan kekecewaan yang impoten. Adalah dalam sejarah nyata yang kita niatkan untuk jelajahi dan alami, banyak ranah-ranah kemungkinan baru yang kita bangkitkan dari mana-mana. Biarkan seribu bunga mekar di medan yang mencoba menghentikan kehancuran kapitalis. Biarkan seribu mesin kehidupan, seni, solidaritas, dan aksi menyingkirkan kebodohan dan keangkuhan sklerotik organisasi-organisasi tua! Apakah penting jika gerakan tersebut dapat melewati ketidakdewasaannya sendiri, atas “spontanisme” kekuatan ekspresinya sendiri yang akhirnya hanya akan diperkuat. Bahkan tanpa menyadarinya, sebuah kristalisasi organisasional sedang membuka, terarah kepada subjektivitas kolektif baru. “Biarkan seribu bunga mekar, seribu mesin perjuangan dan kehidupan”, bukanlah sekedar slogan organisasi dan apalagi sebuah prediksi yang mencerahkan, tapi suatu kunci analisis menuju subjektivitas revolusioner baru, suatu perolehan yang di atasnya dapat dipahami karakteristik dan dimensi sosial dari singularitas-singularitas kerja produktif. Adalah melalui analisis atas yang nyata, mereka akan disusun ulang dan akan menjamak sebagai suatu kehadiran yang inovatif dan subversif. Musuh telah menjelma dalam bentuk-bentuk komando sosial saat ini, melalui penyingkiran perbedaan-perbedaan dan pemaksaan dari suatu logika dominasi yang reduktif. Memperjelas hegemoni dari proses-proses singularisasi atas cakrawala produksi sosial, pada hari ini membangun ciri khusus dari perjuangan politik komunis.

    Dengan sadar mengatur tenaga kerja kolektif secara mandiri dari struktur kapitalis dan atau sosialis, yaitu dari segala sesuatu yang menyentuh produksi dan reproduksi mode kehidupan.

    Perkembangan, pertahanan dan ekspresi dari subjektifitas-subjektifitas produktif yang berubah, dari singularitas-singularitas pembangkang, dan dari temperamen-temperamen proletar baru telah menjadi, dalam beberapa hal, konten dan tugas utama dari gerakan tersebut. Itu bisa berupa perjuangan di bidang kesejahteraan, untuk penetapan pendapatan setara dan terjamin, melawan kemiskinan dalam segala bentuknya, untuk pertahanan dan perluasan hak-hak alternatif, dan melawan mekanisme divisi korporat. Jika seseorang menginginkannya, ia juga akan menemukan tradisi perjuangan melawan uang dan sewa, dan sedemikian rupa hingga ini tidak hanya fundamental, nyata, dan finansial, tapi bahwa ia secara esensial didukung oleh artikulasi-artikulasi komando kapitalis; yaitu rente politik, suatu rente yang mencerminkan posisi dalam hierarki strata korporatis. Komponen-komponen produksi subjektif baru dan revolusi akan menemukan peluang intervensi pertama mereka pada level ini, mendefinisikannya kembali dalam sebuah mode positif sebagai suatu perjuangan pembebasan melawan perbudakan korporatis dan struktur produksi reaksioner dan dalam mengukuhkan proses singularitas sebagai sumber esensial dari produksi sosial.

    Rekomposisi gerakan revolusioner ini, tentu saja, menyiratkan sebuah upaya kuat dari keberanian, kesabaran, dan yang paling penting, kecerdasan. Tapi kemajuan apa yang telah dibandingkan dengan periode-periode perjuangan sebelumnya—yang tak kenal lelah dan sering kali membuat putus asa—oleh kelompok pertama yang menyadari masalah ini, yang jarang sekali berhasil dalam membuka pelanggaran dalam ‘ghetto’ serikat atau dalam monopoli politik (dari mereka) yang disangka partai-partai buruh! Di sini juga, seumur hidup harus dipaksakan pada waktu produksi. Di persimpangan ini, tugas kedua dari gerakan komunis revolusioner akan dipaparkan: dengan sadar mengatur tenaga kerja kolektif secara mandiri dari struktur kapitalis dan atau sosialis, yaitu dari segala sesuatu yang menyentuh produksi dan reproduksi mode kehidupan. Satu hal yang efeknya adalah untuk menyingkapkan kekuatan produktif sosial baru dan yang lainnya adalah mengorganisir mereka di luar dan melawan struktur kapitalis dan sosialis. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta penyatuan besar-besaran mereka dalam program informasi ini sangat diperlukan, tetapi bukanlah syarat-syarat yang mencukupi. Tidak ada perubahan yang mungkin terjadi hingga seluruh bidang kerja produktif dihadapkan dengan gerakan-gerakan luas dari percobaan kolektif yang mematahkan konsepsi-konsepsi yang terkait dengan akumulasi kapitalis yang berpusat-pada-keuntungan tersebut.

    Dalam arah inilah kekuasaan ekspansi dari kekuatan kerja kolektif harus dipahami. Sehingga, sebuah gerakan ganda akan menjadi mapan, seperti halnya hati manusia, antara diastole (regangan) kekuatan ekspansif sosial produksi dan systole (rapatan)[v] dari inovasi radikal dalam pengaturan ulang waktu kerja. Gerakan proletariat sosial dan subjektifitas-subjektifitas kolektif baru harus menyerang perusahaan, yaitu bertarung dalam undang-undang yang mengatur lamanya waktu kerja, dan mendorong redefinisi dan eksperimen permanennya. Ia harus mendorong, bukan hanya suatu pembaruan produktif, tetapi juga cara-cara baru untuk membayangkan dan mempelajari produksi.

    Reteritorialisasi yang disebabkan oleh praktik komunis berasal dari satu sifat yang sama sekali berbeda; ia tidak berpretensi untuk kembali ke asal alamiah atau universal; ini bukan revolusi “melingkar”; melainkan memungkinkan “pencopotan” dari realitas dan makna dominan,

    Berpikir, hidup, bereksperimen, dan berjuang dengan cara lain: ini akan menjadi moto dari kelas pekerja yang tidak lagi dapat memandang dirinya sebagai “cukup-diri” dan yang memiliki segalanya untuk dimenangkan dengan meninggalkan mitos-mitos sentralitas sosialnya yang congkak. Segera setelah seseorang telah selesai dengan mistifikasi semacam ini, yang pada akhirnya hanya menguntungkan formasi kekuatan kapitalis dan atau sosialis, ia akan menemukan signifikansi dari garis-garis aliansi baru yang mengikat bersama tahap-tahap sosial yang bermacam bentuk (multiform) dan multivalen di jantung era-era kekuatan produktif kita. Sudah saatnya imajinasi komunisme membangkitkan dirinya ke puncak gelombang perubahan yang berada dalam proses menenggelamkan “realitas-realitas” kolot yang dominan.

    Saat ini perlu kiranya untuk memperkenalkan beberapa pertimbangan perihal sebuah “proposisi diagramatik” pertama yang memadukan definisi-definisi perspektif yang baru diperkenalkan. Namun, sudah terlalu jelas bahwa setiap usaha untuk mengendalikan lamanya waktu kerja, dengan gerakan subjektifitas-subjektifitas baru, akan menjadi ilusi jika ia tidak menyerang secara frontal jaringan komando yang ditempatkan oleh IWC. Untuk mengatasi jaringan ini berarti mempertanyakan hubungan Timur-Barat, untuk menggagalkan mekanisme yang menggabungkan kedua negara adidaya, yang telah melampaui batas, dari tahun 70an sampai hari ini, semua hubungan internasional. Mematahkan hubungan dominasi yang dengan susah payah dibangun di antara kapitalisme dan sosialisme, dan membalikkan aliansi-aliansi secara radikal—khususnya di Eropa—mengarah ke pusat Utara-Selatan, melawan poros Timur-Barat, membangun fondasi penting untuk membentuk kembali proletariat intelektual dan kelas pekerja di negara-negara maju kapitalis. Basis sosial produksi yang akan memenangkan kemerdekaannya melawan penindasan hierarkis dan komando-komando dari kekuatan-kekuatan besar; sebuah dasar yang hanya berarti jika dimulai dengan sebuah kehendak kolektif untuk menciptakan arus dan struktur alternatif bagi hubungan Timur-Barat tersebut. Kita tidak terjatuh kembali kepada “Dunia Ketiga-isme”; kita tidak berpretensi mengubahnya dengan cara-cara “insureksionisme” tradisional; tidak pula untuk semua itu kita percaya dalam kapasitas independennya untuk pembangunan dan “penebusan” setidaknya dalam konteks kapitalisme saat ini. Tidak satu pun dari revolusi yang sukses di negara-negara berkembang juga berhasil mengubah, dalam suatu cara yang kekal, struktur-struktur Negara (the States)[vi]. Tidaklah memungkinkan bahwa orang-orang dari Dunia Ketiga akan melakukannya lebih baik. Tidak, ini cenderung mengarah kepada kerja sama revolusioner dan pengumpulan kekuatan-kekuatan di kalangan intelektual dan kelas pekerja proletariat di Utara dengan jumlah massa yang besar dari kaum proletar di Selatan sehingga perlu untuk mewujudkan tugas sejarah ini. Semua ini mungkin tampak utopis, bahkan berlebih-lebihan, karena kita hari ini, para pekerja dan intelektual dari negeri-negeri Utara, adalah budak-budak politik korporatis, dari pembagian-pembagian segmen, dari logika keuntungan, dari operasi penghambatan dan pemusnahan, ketakutan akibat perang nuklir, sebagaimana mereka dipaksakan atas kita dan yang dengannya membuat diri kita sebagai kaki tangan. Pembebasan kita membutuhkan penciptaan sebuah proyek dan praktik yang menyatukan, dengan kehendak revolusioner yang sama, kekuatan-kekuatan intelektual dan proletariat di Utara dan Selatan.

    Seiring proses penyatuan proses singularitas meningkat ke arah proyek penemuan kembali komunisme, persoalan kekuatan akan diajukan dengan ketajaman yang meningkat; ia tetap berada di jantung antagonisme antara komponen-komponen proletar dan negara kapitalis atau sosialis. Gerakan buruh tradisional ingin merespon pertanyaan ini secara sederhana dan radikal melalui perebutan kekuasaan negara, kemudian melalui pelenyapan negara secara bertahap. Semuanya diandaikan mengikuti (asas) dari dirinya sendiri. Seseorang akan melawan kehancuran dengan kehancuran dan teror dengan teror. Hal itu tidak berlaku hari ini untuk memberikan sebuah epilog perihal karakter fiktif dan mistis dari dialektika ini atau untuk menggarisbawahi referensi skandal oleh para penganjur doktrin ini dari pengalaman heroik Komune Paris.

    Komunisme mewakili sebuah kecenderungan perusakan dari mekanisme yang menghasilkan uang dan persamaan-persamaan asbtrak lainnya di wilayah manusia.

    Tugas dasar pertama-tama gerakan komunis revolusioner terdiri dalam penyelesaian konsepsi singkat ini dan dalam penegasan atas pemisahan radikal gerakan tersebut tidak hanya dari negara yang secara langsung ia hadapi tetapi juga, secara lebih fundamental, dari setiap model negara kapitalis dan semua penerusnya, penggantinya, bentuk-bentuk turunannya, berasal dari berbagai fungsi di semua roda socius[vii], di semua tingkat subjektivitas. Dengan demikian, perjuangan perihal kesejahteraan, melawan pengorganisiran tenaga kerja produktif dan waktu sosial buruh, serta inisiatif komunitarian dalam wilayah ini, harus ditambahkan dengan mempersoalkan negara sebagai determinan dari berbagai bentuk penindasan, mesin untuk mengatasi relasi sosial dalam rangka mengurangi, membendung dan menaklukkan mereka secara radikal, di bawah ancaman dan kehancurannya.

    Pertanyaan ini membawa kita untuk merumuskan sebuah proposisi diagram komunisme dan pembebasan kedua: ini menyangkut mendesaknya praktik politik reteritorialisasi (reterritorialization)[viii]. Menghadapi negara saat ini berarti bertarung melawan formasi khusus negara, yang sepenuhnya terintegrasi ke dalam IWC.

    Setelah Yalta, relasi-relasi politik dikosongkan lebih jauh dari legitimasi teritorial mereka dan bergerak ke tingkat yang mustahil dicapai. Komunisme mewakili sebuah kecenderungan perusakan dari mekanisme yang menghasilkan uang dan persamaan-persamaan asbtrak lainnya di wilayah manusia. Ini tidak menyiratkan nostalgia akan “tanah air” (”native land”), impian kembalinya peradaban primitif atau komunisme yang seharusnya “orang biadab yang baik”. Ini bukan persoalan untuk menolak tingkat asbtraksi di mana proses produksi yang ter-deteritorialisasi membuat manusia mampu menaklukkan (tanah dalam konsepsi tubuh sosial Deleuze penerjemah).

    Apa yang dilawan oleh komunisme adalah semua jenis reteritorialisasi konservatif, merendahkan, menindas yang dipaksakan oleh negara kapitalis dan sosialis, dengan fungsi administrasinya, organ kelembagaan, sarana kolektif normalisasi dan penghalangan, media, dll. Reteritorialisasi yang disebabkan oleh praktik komunis berasal dari satu sifat yang sama sekali berbeda; ia tidak berpretensi untuk kembali ke asal alamiah atau universal; ini bukan revolusi “melingkar”; melainkan memungkinkan “pencopotan” dari realitas dan makna dominan, dengan menciptakan kondisi yang memungkinkan manusia untuk “membuat wilayah mereka”, untuk menaklukan sifat individual dan takdir kolektif mereka dalam arus yang paling ter-deteritorialisasi.

    (Dalam hal ini, seseorang diarahkan untuk membedakan dengan sangat konkret: gerakan reteritorialisasi nasionalis Basque, Palestina, Kurdi,—yang menganggap, sampai batas tertentu, arus besar deteritorialisasi dalam perjuangan besar Dunia Ketiga dan imigran proletariat, serta gerakan reteritorialisasi nasionalis reaksioner).

    Tugas ketiga dari gerakan komunis revolusioner adalah untuk “memisahkan” dan membongkar fungsi represif negara dan aparatur-aparatur khususnya. Inilah satu-satunya medan dimana subjek menghadapi inisiatif negara,

    Masalah kita adalah untuk merebut kembali ruang kebebasan, dialog dan hasrat komunitarian. Jumlah tertentu dari mereka mulai berkembang-biak di berbagai negara di Eropa. Tapi itu perlu dibangun, melawan pseudo-reteritorialisasi dari IWC (contoh: “desentralisasi” Perancis, atau Pasar Bersama), sebuah gerakan besar reteritorialisasi dari tubuh dan pikiran: Eropa harus diciptakan kembali sebagai sebuah reteritorialisasi politik dan sebagai sebuah fondasi untuk membalikan aliansi-aliansi poros Utara-Selatan.

    Tugas ketiga dari gerakan komunis revolusioner adalah untuk “memisahkan” dan membongkar fungsi represif negara dan aparatur-aparatur khususnya. Inilah satu-satunya medan dimana subjek menghadapi inisiatif negara, dan hanya dalam artian bahwa yang terakhir mengirimkan “pendeta teutonik” (“teutonic cavaliers”) di wilayah-wilayah yang dibebaskan dari pengaturan revolusioner. Kekuatan cinta dan humor harus diterapkan di tempat kerja sehingga tidak dihapuskan, seperti kasus biasanya, dalam citra lunar yang abstrak dan simbolik dari musuh kapitalis mereka. Penindasan pertama-tama dan terutama adalah pemusnahan dan penyimpangan ganjil, dari kepekaan kolektif dan kebahagiaan. Ini perlu untuk dilawan dalam relasi kekuatan kehidupan nyata; hal ini juga penting untuk menyingkirkannya dalam daftar kecerdasan, imajinasi, kepekaan kolektif dan kebahagiaan. Di mana pun diperlukan untuk mengekstrak, termasuk diri sendiri, ledakan kekuatan dan keputusasaan yang mengosongkan realitas dan sejarah substansi mereka.

    Negara, pada bagiannya, dapat menjalani hari-harinya dalam isolasi dan pengepungan yang dicadangkan untuknya oleh masyarakat sipil yang telah dibangun kembali! Tetapi jika ia tampaknya akan keluar dari “persembunyian-nya” dan untuk menaklukkan kembali ruang-ruang kebebasan kita, maka kita akan meresponsnya dengan menenggelamkannya dalam suatu mobilisasi jenis baru, dari beragam aliansi yang subversif. Sampai ia mati dalam kemarahannya sendiri.

    Tugas keempat: di sini kita tak dapat mengelak untuk kembali ke perjuangan anti-nuklir dan perjuangan demi perdamaian. Hanya saja, saat ini ia terkait dengan paradigma yang menyingkap implikasi bencana dari posisi sains dalam kaitannya dengan negara, sebuah posisi yang mengandaikan pemisahan antara “legitimasi” kekuasaan dan tujuan kekuasaan. Sungguh lelucon yang menyeramkan bahwa negara-negara mengumpulkan ribuan bahan ledak nuklir atas nama tanggung jawab mereka untuk menjamin perdamaian dan keamanan internasional, meskipun terbukti jelas bahwa akumulasi semacam itu hanya dapat menjamin kehancuran dan kematian. Namun, legitimasi “etis” utama dari negara ini, yang dengannya reaksi tersebut memposisikan dirinya pada sebuah benteng, juga dalam proses keruntuhan, dan tidak hanya pada level teoritis, tapi juga pada kesadaran orang-orang yang mengetahui dan menduga bahwa produksi kolektif, kebebasan, dan kedamaian berada di wilayah yang tepat yang secara fundamental tidak dapat direduksi menjadi kekuasaan.

    Mencegah malapetaka dimana negara adalah pembawa sementara menunjukkan sejauh mana malapetaka itu penting bagi negara. Tetaplah benar bahwa “kapitalisme membawa perang seperti awan membawa badai”, Namun, dengan cara yang berbeda dari sebelumnya, melalui cara-cara lain dan dalam suatu cakrawala horor yang pada titik ini kabur dari semua imajinasi yang mungkin, perspektif akhir holocaust ini, akibatnya, menjadi dasar perang saudara di dunia yang benar dilakukan oleh kekuatan kapitalis dan dibentuk oleh seribu perang yang meletus secara permanen, melumpuhkan peperangan melawan perjuangan emansipasi sosial dan revolusi molekuler. Namun demikian, dalam wilayah ini, tidak lain, tak ada yang ditakdirkan. Tidak semua kemenangan dan kekalahan dari garis aliansi baru gerakan ini dicatat dalam kausalitas mekanistik atau dialektika sejarah yang seharusnya. Semuanya harus diselesaikan ulang, semuanya harus terus-menerus dipertimbangkan kembali. Dan itu baik karena memang demikian seharusnya. Negara hanyalah suatu monster yang dingin, vampir dalam penderitaan yang panjang yang hanya memperoleh vitalitas hanya dari orang-orang yang meninggalkan diri mereka kepada simulacra-nya.

    Komunisme akan memisahkan perempuan dan laki-laki dari kebodohan yang diprogram oleh IWC dan membuat mereka menghadapi kenyataan kekerasan dan kematian ini, yang dapat dikalahkan oleh manusia jika berhasil dalam mewujudkan bentuk tunggal dari potensi cinta dan nalar yang unik.

    Di tahun ’68, tidak ada yang dapat membayangkan bahwa perang akan begitu cepat menjadi cakrawala yang dekat dan mengganggu. Hari ini, perang bukan lagi sebuah prospek: ini telah menjadi kerangka permanen di kehidupan kita.

    Perang imperialis besar ketiga sudah dimulai. Perang tidak diragukan lagi tumbuh tua setelah tiga puluh tahun, seperti Perang Tiga Puluh Tahun, dan tidak ada yang mengenalinya lagi; meski telah menjadi makanan sehari-hari yang “pasti” di kalangan pers. Namun, hal tersebut telah dihasilkan dari reorganisasi kapitalisme dan serangannya yang berat terhadap proletariat dunia. Proposisi diagramatik ketiga dari komunisme dan pembebasan terdiri dari kesadaran atas situasi ini dan menganggap persoalan perdamaian sebagai suatu hal mendasar bagi proses pembalikan aliansi di sepanjang pusat Utara-Selatan. Kurang dari sebelumnya, perdamaian bukanlah slogan kosong: sebuah rumusan “hati nurani yang baik”; aspirasi yang kabur.

    Perdamaian adalah alfa-omega dari program revolusioner. Kecemasan perang melekat pada kulit kita, mencemari siang dan malam kita. Banyak orang berlindung dalam politik netral-is. Tapi bahkan ketidaksadaran ini pun melahirkan kecemasan. Komunisme akan memisahkan perempuan dan laki-laki dari kebodohan yang diprogram oleh IWC dan membuat mereka menghadapi kenyataan kekerasan dan kematian ini, yang dapat dikalahkan oleh manusia jika berhasil dalam mewujudkan bentuk tunggal dari potensi cinta dan nalar yang unik.

    Dan akhirnya, kepada aliansi organisasi produktif dan subjektivitas kolektif yang bebas ini harus ditambahkan dimensi kelima—yang telah kita katakan—organisasi itu sendiri. Waktunya telah tiba untuk bergerak dari perlawanan yang jarang menuju pembentukan front dan mesin perjuangan yang pasti, agar efektif, tidak akan kehilangan kekayaan, kompleksitas, kehendak multivalen yang mereka tanggung. Adalah bagian kita untuk bekerja dalam transisi ini.

    Untuk merangkumnya: lima tugas menunggu bagi gerakan-gerakan di masa depan: redefinisi konkret dari kekuatan kerja; mengambil alih kendali dan membebaskan waktu dari hari kerja; suatu perjuangan permanen melawan fungsi-fungsi represif dari Negara; membangun kedamaian dan mengorganisir mesin-mesin perjuangan yang mampu menjalankan tugas-tugas ini.

    Kelima tugas itu dibuat “diagramatik” oleh tiga proposisi: sumbangan untuk mengarahkan kembali garis aliansi proletar di sepanjang poros Utara-Selatan; menaklukan dan menciptakan wilayah baru hasrat dan tindakan politik, yang secara radikal terpisah dari negara bagian dan dari IWC; bertarung melawan perang dan bekerja membangun gerakan revolusioner proletariat untuk perdamaian.

    Kita masih jauh dari (harapan) mengeluarkan-diri dari badai ini: semuanya menunjukan bahwa akhir “tahun-tahun kelam” masih akan ditandai dengan uji coba yang sulit; tetapi dengan kejernihan, dan tanpa mesianisme apapun, kita membayangkan rekonstruksi gerakan revolusioner dan pembebasan, lebih efektif, lebih cerdas, lebih manusiawi, lebih menyenangkan daripada sebelumnya.

    (terj. oleh: Dedi Sahara)


    Catatan Akhir:

    Judul ini diambil dari Communists Like Us (New York: Semiotext(e), 1990), pp. 121-141 (Selection V and VI). Seleksi ini awalnya diterbitkan di Les nouveaux espaces de liberte ́ (Paris: Dominique Bedo, 1985).

    [i] Pekerja yang dijamin disubsidi dengan asuransi pengangguran oleh negara. Pekerja yang tidak dijamin lebih marjinal dan tidak diasuransikan.

    [ii] Detotalisasi berkaitan dengan watak kapitalisme yang tidak pernah total dan global. ‘…kapitalisme adalah tatanan sosio-ekonomik pertama yang men-detotalisasi makna: ia tidak pernah global dalam taraf makna…’ (kutipan dari Zizek sebagaimana dikutip dalam The subject: Deleuze-Guattari and/or Lacan (in the time of capitalism)?) – penerjemah.

    [iii] Deteritorialisasi dan reteritorialisasi merupakan konsep turunan dari teritorialisasi yang diperkenalkan oleh Deleuze & Guattari mulai dari Anti-Oedipus. Konsep-konsep ini lalu berhubungan dengan konsep lainnya yaitu socius. “…tubuh sosial memiliki tiga bentuk ‘socius’: a) tubuh sosial yang berjasa bagi produksi: bumi bagi suku, b) tubuh despot bagi kekaisaran, c) kapitalisme … pertama-tama curahan material dapat dilacak sumbernya ke bumi (ter-teritorialisasi), kemudian disematkan kepada tubuh despot (ter-deteritorialisasi: tidak lagi disematkan ke bumi, lalu ter-reteritorialisasi, yaitu disematkan ke tubuh despot) lalu pada akhirnya kepada kapitalisme yang men-deteritorialisasi penyematan ke kedua tubuh sebelumnya, lalu menyematkan semua jasa kepadanya semata (re-teritorialisasi). penerjemah.

    [iv] Dekompartementalisasi: memulihkan kembali keadaan yang sebelumnya terbagi-bagi (compartmented).

     penerjemah.

    [v] Diastole dan Systole adalah dua mekanisme kerja jantung: diastole adalah peregangan dan pembukaan pintu ke serambi jantung ketika jantung memasukkan darah ke dalamnya, sementara systole adalah perapatan (kontraksi) di bilik jantung untuk memompa darah keluar dari jantung menuju aorta dan arteri. Dalam teks ini, dua istilah ini digunakan sebagai analogi sosial bagi kerja masyarakat. – penerjemah

    [vi] Memiliki keterkaitan dengan salah satu konsep Deleuze; dalam proyek filsafat Imanensi-nya (suatu radikalisasi atas filsafat Transendensi Kant) terutama dalam Kant’s Critical Philosophy dan sebelumnya di Empiricism and Subjectivity (perihal David Hume) Deleuze memasukkan  States’ bersama ‘subject’, ‘object’, ‘whole’, dll. dalam kategori ‘the abstract’; sebagai lawan dari tujuan filsafat, yaitu untuk menemukan kondisi-kondisi tunggal yang di bawahnya sesuatu yang baru diproduksi. penerjemah.

    [vii] Lihat catatan kaki no. 4.

    [viii] Ibid.

    Author

    • Dedi Sahara

      Dedi Sahara adalah mahasiswa sastra Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Selain itu, ia juga aktif di kelompok belajar Lingkar Studi Filsafat (LSF) Nahdliyyin dan Lingkar Studi Psikoanalisa.

      View all posts

    Find us on

    Latest articles

    spot_img

    Related articles

    Menyingkap Keterasingan Manusia Lewat Banalitas Keseharian

    Tidak dipungkiri lagi, mahasiswa erat dengan jadwal padat yang selalu menghampirinya setiap saat. Pagi hari, sekitar pukul...

    Post-Truth: Konsekuensi atas Keruntuhan Modernitas

    Seperempat paruh awal abad ke-21 ini, manusia dihadapkan kepada pertumbuhan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mendisrupsi masyarakat....

    Hausu dan Hauntopoanalisis

    Rumah bukanlah sekadar bangunan fisik yang memiliki wujud konkret, melainkan ruang metafisik yang abstrak dan memiliki agensi...

    Sebuah Hikayat dari Tanah Para Pencari Kebenaran Dunia

    Tulisan ini merupakan potongan dari Laporan Pertanggungjawaban Pemimpin Redaksi LSF Cogito 2022 yang disampaikan pada 11 Februari...

    Ampun, Romo Bertens: Argumen Absolutis Anda Bermasalah

    Buang semua asumsi moral dan pengetahuan yang kita dapat dari peradaban modern ini untuk sementara. Mari bayangkan...

    Polemik Hermeneutis Gadamer dan Habermas

    “Kalau Anda ingin mendengarkan Heidegger dengan lebih mudah, bacalah (tulisan) Gadamer.” Begitulah ucapan Fransisco Budi Hardiman saat...